JawaPos.com – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menawarkan tiga poin dalam menghadapi kejahatan lintas negara. Hal ini disampaikan Mahfud saat menghadiri Kongres Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana Ke-14.
Mahfud menuturkan, sejak Kongres Pencegahan Kejahatan pertama pada 1955, kejahatan terus berkembang dan semakin meningkat secara transnasional, terorganisir, dan kompleks. Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 yang menjadi salah satu tantangan besar umat manusia dan mempengaruhi semua aspek kehidupan, termasuk sistem peradilan pidana.
“Kita perlu memastikan bahwa sistem peradilan pidana terus berkembang meskipun ada tantangan-tantangan tersebut. Indonesia telah beradaptasi dan menjawab tantangan ini dengan persidangan online yang memberikan layanan keadilan sekaligus menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat,” kata Mahfud dalam keterangannya, Senin (8/3).
Mahfud menyampaikan, Indonesia juga telah mengadopsi Rencana Aksi Nasional (RAN) untuk mencegah dan melawan kekerasan ekstrem yang kondusif untuk terorisme. Dalam hal ini, Indonesia akan terus bekerja sama dengan negara lain untuk menetapkan norma dan standar internasional, tidak lain untuk melindungi anak-anak yang terkait dengan teroris dan kelompok ekstremis sadis.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia sangat percaya bahwa dunia internasional harus memprioritaskan upaya memerangi penangkapan ikan secara ilegal, penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan yang belum ada peraturannya. Usaha kita tersebut membutuhkan langkah-langkah penegakan hukum yang tegas, karena hal ini terkait erat dengan bentuk kejahatan lintas negara lainnya, seperti penyelundupan orang, perdagangan manusia, eksploitasi tenaga kerja, dan perdagangan narkoba,” ungkap Mahfud.
Lantas Mahfud menawarkan tiga poin penting dalam Kongres PBB itu. Pertama, tidak ada kebijakan, satu ukuran cocok untuk semua. Hal ini penting untuk mencegah dan memberantas kejahatan.
“Kejahatan dapat memiliki konteks dan nuansa berbeda yang membutuhkan pendekatan berbeda. Perbedaan seperti akar penyebab kejahatan dan sistem hukum. Diserahkan kepada masing-masing negara untuk membuat penyesuaian yang diperlukan berdasarkan situasi domestik mereka dengan memperhatikan kewajiban internasional yang ditentukan oleh Konvensi tertentu dan norma internasional,” ucap Mahfud.
Kedua, harus berusaha keras untuk mencapai Agenda Pengembangan Berkelanjutan di bawah kerangka CCPCJ. Menurut Mahfud, pembangunan berkelanjutan dan supremasi hukum saling terkait dan saling memperkuat.
“Kerja bersama kita dalam pencegahan kejahatan dan peradilan pidana akan membantu mencapai Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Begitu pula sebaliknya, pencapaian pembangunan berkelanjutan adalah kunci bagi negara untuk mencegah dan memberantas kejahatan secara efektif,” beber Mahfud.
Ketiga, pentingnya kerja sama internasional. Dalam konteks ini, kejahatan lintas negara membutuhkan kerja sama internasional yang kuat.
“Koordinasi yang lebih baik serta peningkatan kapasitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan bantuan teknis sangat penting, dengan tetap mempertimbangkan dimensi spesifik dari pencegahan dan penegakan hukum yang efektif dari masing-masing negara,” beber Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mendorong semua negara anggota PBB untuk meningkatkan persatuan dan kerja sama diantara pemangku kepentingan.
“Hal ini untuk memastikan bahwa anak-anak tidak akan menanggung beban dari kelambanan kita dalam dekade berikutnya. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” tandas Mahfud.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link