JawaPos.com – Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus menolak tegas wacana soal pembubaran Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini dikatakan Deddy setelah sebelumnya Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengusulkan agar Kementerian BUMN dibubarkan.
“Saya yakin yang bicara itu tidak secara persis memahami tentang peran, fungsi dan kontribusi Kementerian BUMN,” ujar Deddy kepada wartawan, Selasa (19/10).
Menurut Deddy kehadiran Kementerian BUMN sangat diperlukan dalam pengelolaan BUMN yang jumlahnya begitu banyak, bisnisnya sangat beragam, asetnya sangat besar serta beragamnya penugasan negara. “Sebaiknya pahami dulu sejarah dan latar belakang berdirinya Kementerian BUMN,” katanya.
Kementerian BUMN itu didirikan agar perusahaan milik negara itu dapat dikelola dengan baik dan efisien, mendorong aktivitas ekonomi penting, pioneering, dapat melakukan penugasan yg diberikan negara dan menghasilkan profit. Pasalnya adanya Kementerian BUMN ini pemerintah mendapatkan tambahan masukan melalui pajak, deviden dan sebagainya.
“Silakan dilihat rekam jejak BUMN bermasalah, umumnya itu dulu berada di bawah kementerian teknis,” ungkapnya.
Legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut juga menolak pandangan bahwa pesan kritis Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada BUMN merupakan sinyal kemarahan terhadap BUMN. Menurut Deddy, itu adalah bentuk motivasi dari Presiden Jokowi agar para pengelola BUMN benar-benar bekerja secara profesional, efisien dan secara berkala memeriksa semua lini dan proses bisnisnya.
“Presiden tidak mungkin terpikir untuk membubarkan Kementerian BUMN. Itu interpretasi orang yang punya kepentingan tersembunyi saja,” katanya.
Deddy menuturkan, mayoritas kebijakan percepatan infrastruktur, subsisi dan proyek strategis Presiden Jokowi itu melibatkan BUMN yang dikoordinir oleh Kementerian BUMN.
“Jadi hanya orang mengigau saja yang terpikir untuk mewacanakan pembubaran Kementerian BUMN,” ungkapnya.
Menurut Deddy, tanpa keberadaan Kementerian BUMN, pemerintah akan kesulitan sendiri misalnya diserahkan kepada kementerian teknis, aspek korporasi dan naluri bisnisnya akan menghilang dan membuat BUMN itu sulit berkembang. Belum lagi pengelolaan SDM dan aset yang luar biasa besar, itu adalah beban yang cukup besar.
“Dalam kenyataannya masih banyak perusahaan BUMN yang mencatat kerugian, belum semua sektor membentuk holding. Kementerian BUMN tetap layak dibutuhkan karena fungsinya sebagai pembinaan, evaluasi, dan peningkatan kinerja,” tuturnya.
Deddy mengatakan semua pihak perlu melihat kontribusi yang diberikan, yakni dividen yang dibagikan perusahaan pelat merah alias BUMN dalam 10 tahun terakhir untuk Negara lebih besar ketimbang Penyertaan Modal Negara (PMN). Secara keseluruhan, BUMN tercatat berkontribusi Rp 3.282 triliun kepada negara periode 2011-2020. Kontribusi tersebut terdiri dari dividen Rp 388 triliun, penerimaan Negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 1.030 triliun, dan pajak Rp 1.864 triliun. Sedangkan besaran PMN yang diberikan pemerintah hanya 4 persen atau Rp 148 triliun.
Sementara sumbangan PNBP lainnya pada 2020 senilai Rp 86 triliun pada 2020. Kontribusi PNBP tersebut terdiri dari pembayaran royalti, iuran minyak dan gas (migas), iuran jasa kepelabuhan, dan lain-lain. Selain dalam bentuk penerimaan negara, BUMN juga berkontribusi pada pemerataan ekonomi melalui pemerataan infrastruktur. Saat ini biaya logistik di Indonesia masih jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Jika biaya logistik di Indonesia sebesar 24 persen, negara lain bisa lebih hemat 11 persen.
Deddy menuturkan, langkah perusahaan untuk bisa beroperasi bukan saja perlu mengejar target, melainkan juga pertimbangan sumber daya perusahaan sendiri. Adanya Kementerian BUMN sesungguhnya membuat pengawasan dan pembinaan perusahaan bisa lebih baik.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link