Harga Cabai Merah Makin Pedas, Inflasi Oktober 0,07 Persen

JawaPos.com – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Oktober 2020 sebesar 0,07 persen, inflasi tahun kalender (Januari-Oktober 2020) sebesar 0,95 persen, sedangkan inflasi tahun ke tahun (Oktober 2020 dibanding Oktober 2019) sebesar 1,44 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menuturkan, inflasi Oktober yang sebesar 0,07 persen dipicu terutama oleh kenaikan harga cabai merah dan bawang merah. “Cabai merah andilnya 0,09 persen, sedangkan bawang merah memberikan andil terhadap inflasi 0,02 persen,” kata Suhariyanto dalam paparan secara virtual, Senin (2/11).

Kenaikan harga cabai merah terjadi di 82 kota Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana kenaikan tertinggi terjadi di Bulukumba sebesar 85 persen, disusul Padang Sidempuan dan Tegal masing-masing sebesar 75 persen. Untuk bawang merah, kenaikan harganya terjadi di 70 kota IHK, dimana kenaikan tertinggi terjadi di Lhokseumawe sebesar 33 persen.

Curah hujan yang mulai meninggi pada Oktober lalu telah mengganggu produksi dan kualitas tanaman cabai merah dan bawang merah, sehingga menyebabkan kenaikan harga. Sementara itu, komoditas yang dominan memberikan andil deflasi yakni telur ayam ras (0,02 persen), serta daging ayam ras, tomat, apel, dan pepaya (masing-masing andilnya 0,01 persen).

Komoditas tersebut masuk dalam kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau (mamintem) yang pada Oktober lalu mengalami inflasi sebesar 0,29 persen. Lima kelompok pengeluaran lainnya juga mengalami inflasi yakni pakaian dan alas kaki (0,09 persen); kesehatan (0,15 persen); rekreasi, olahraga, dan budaya (0,02 persen); pendidikan (0,04 persen); serta, penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,19 persen).

Di sisi lain, lima kelompok pengeluaran mengalami deflasi. Tiga yang pertama yaitu kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga (-0,04 persen); perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (-0,03 persen); serta, transportasi (-0,14 persen).

Adapun dua sisanya yakni kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan (-0,02 persen); serta, perawatan pribadi dan jasa lainnya (-0,11 persen). Suhariyanto menuturkan, kelompok pengeluaran transportasi mengalami deflasi tertinggi karena adanya penurunan tarif angkutan udara, dengan andil terhadap deflasi sebesar 0,02 persen.

“Penurunan tarif angkutan udara terjadi di 38 kota IHK, dimana penurunan terbesar terjadi di Jayapura sebesar 22 persen,” imbuh Suhariyanto.

Turunnya tarif angkutan udara juga menjadi penyebab Manokwari menjadi kota yang mengalami deflasi tertinggi diantara 24 kota IHK yang mengalami deflasi, yang sebesar -1,81 persen. “Turunnya tarif angkutan udara memberikan andil -0,80 persen terhadap deflasi di Manokwari,” tutur Suhariyanto.

Dari 90 kota IHK yang dipantau BPS, 66 kota diantaranya mengalami inflasi. Sementara itu, 24 kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi terjadi di Sibolga sebesar 1,04 persen, sedangkan inflasi terendah terjadi di DKI Jakarta, Cirebon, Bekasi, dan Jember, masing-masing sebesar -0,01 persen. Sebaliknya, deflasi tertinggi terjadi di Manokwari -1,81 persen, sedang deflasi terendah terjadi di Surabaya sebesar -0,02 persen.

“Menurut komponen, inflasi Oktober yang sebesar 0,07 persen terjadi karena terutama disumbang komponen harga bergejolak (volatile price) yang mengalami inflasi 0,4 persen, dan sumbangannya kepada inflasi yaitu 0,07 persen,” kata Suhariyanto.

Inflasi inti pada Oktober sebesar 0,04 persen dan sumbangannya kepada inflasi sebesar 0,03 persen. Sementara harga diatur pemerintah (administered price) Oktober 2020 mengalami deflasi 0,15 persen dan andilnya kepada deflasi sebesar 0,03 persen, lantaran ada penurunan tarif angkutan udara dan penurunan tarif listrik.


Credit: Source link