Harga dan kesiapan infrastruktur jadi tantangan adopsi EV di Indonesia

Jakarta (ANTARA) – Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Ida Nuryatin Finahari, mengungkapkan sejumlah tantangan dalam percepatan adopsi kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di Indonesia.

Beberapa di antaranya adalah harga kendaraan listrik yang cenderung mahal hingga kesiapan infrastruktur pendukung ekosistem EV seperti Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).

“Ketika bicara kendaraan listrik, tentunya tantangan utama adalah harga mobil listrik yang masih tinggi, jika kita bandingkan dengan mobil konvensional. Harga mobil listrik masih tinggi dan komponen utamanya adalah baterai, di mana baterai ini juga masih impor,” kata Ida dalam jumpa media secara daring, Selasa.

Bicara soal baterai, Ida mengatakan diperlukan kerja sama antarpihak untuk memproduksi baterai di dalam negeri. Ia menyebutkan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Hyundai Motor Group dan LG Energy Solution yang membentuk perusahaan patungan atau joint venture di Indonesia sebagai upaya dalam memproduksi sel baterai dari mobil listrik bertenaga baterai.

“Langkah seperti inilah yang harus dilakukan oleh kita semua, sehingga nantinya implementasi kendaraan listrik ini bisa masif dilaksanakan,” kata dia.

Lebih lanjut, Ida mengatakan, pemerintah menargetkan sebanyak 2,2 juta mobil listrik mengaspal di Indonesia pada tahun 2030. Target tersebut perlu diimbangi dengan pembangunan infrastruktur pendukung seperti SPKLU dan SPBKLU yang ditargetkan tersedia sebanyak sekira 31 ribu titik.

Di tahun 2021, pemerintah menargetkan sebanyak 572 unit pengisian daya, namun baru ada 166 titik yang terbangun di tahun ini. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM mendorong para badan usaha yang bergerak di bidang ini untuk bekerja sama membangun SPKLU dan SPBKLU di Indonesia.

“Target charging station, misalnya, di tahun 2021 kita ada target 572 unit. Sekarang ini yang terbangun sekitar 166 unit. Padahal, kita punya target yang luar biasa utk kendaraan listrik di tahun 2030 dengan 2,2 juta EV roda empat dan stasiun pengisian dayanya sekitar 31 ribu. Sementara, sekarang ini yang terpasang belum ada 200 unit,” papar Ida.

“Peluang bisnisnya (pembangunan SPKLU dan SPBKLU) masih terbuka lebar untuk para badan usaha,” ujarnya menambahkan.

Saat disinggung mengenai seberapa optimistis pemerintah akan akselerasi kendaraan listrik di Indonesia, Ida menjawab, pihaknya percaya bahwa segala hal yang ditargetkan dapat terwujud. Terlebih dengan adanya regulasi mulai dari Peraturan Presiden hingga Peraturan Menteri ESDM.

“Kita harus optimis karena tidak hanya Indonesia, semua negara juga mengarah kepada kendaraan listrik ini, dan (ekosistemnya) mulai terbangun,” kata Ida.

“Menurut saya, 166 (stasiun daya) yang sudah terbangun pun luar biasa di tengah kondisi yang sebenarnya kita butuh waktu untuk menyiapkan ini. Ini adalah salah satu upaya yang seharusnya bisa mempercepat perkembangan kendaraan listrik termasuk di dalamnya stasiun pengisian daya, dan mudah-mudahan nanti mungkin akan terlihat secara masif di tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.

Baca juga: Mazda ungkap mobil listrik pertamanya, tersedia tahun ini

Baca juga: EU-Asean Business Council dorong percepatan transisi energi di ASEAN

Baca juga: Tesla masih rajai penjualan EV global, Hyundai keenam

Baca juga: GM kembali “recall” Chevrolet Bolt EV karena risiko kebakaran

Pewarta: A087
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021

Credit: Source link