JawaPos.com–Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mendukung diberlakukannya opsi legislative review terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) oleh pemerintah.
Menurut Hidayat, itu sejalan dengan prinsip NKRI sebagai negara Pancasila, negara hukum dan mengutamakan kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam bab I pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.
”Saya mengapresiasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD soal kemungkinan legislative review terhadap UU Ciptaker yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo,” ujar Hidayat dalam keterangannya, Senin (9/11).
Namun, HNW sapaan akrab Hidayat Nur Wahid, menyatakan permasalahan terkait UU Omnibus Law Cipta Kerja itu tidak lagi sekadar yang diperkirakan sebagai kesalahan ketik. Tapi banyak aspek, mencakup berbagai hal dan ketentuan terkait UU Cipta Kerja.
”Legislative review, salah satu opsi legal yang bisa dilakukan agar DPR dan presiden dapat mengobati luka rakyat, dengan memperbaiki secara mendasar berbagai hal terkait penyusunan, pengesahan, dan sosialisasi UU Cipta Kerja,” ujar HNW.
Menurut HNW, sejak proses pembahasan UU tersebut tampak tidak cermat dan diburu-buru target. Draft final juga tidak diberikan kepada setiap fraksi pada pengambilan keputusan tingkat I dan tingkat II. Bahkan jadwal rapat paripurna persetujuan RUU Cipta Kerja pun tiba-tiba dimajukan.
”Tidak cermat bahkan sampai diketok palu pada rapat paripurna DPR yang ditolak FPKS dan F Partai Demokrat, hingga diserahkan ke pemerintah. Masih saja terjadi perbaikan yang diakui Jubir Presiden Bidang Hukum Dini Purwono sebagai perbaikan administrasi dan bukan substantif, tapi ternyata berdampak dengan dihilangkannya secara sepihak pasal 46 dengan 4 ayatnya,” terang HNW.
HNW menambahkan, berbagai kesalahan-kesalahan baik administratif maupun substantif masih ditemukan dalam UU Cipta Kerja. Padahal UU tersebut sesudah diputuskan pada rapat paripurna DPR sudah disisir di Baleg DPR kemudian di Setneg. ”Masih ada kesalahan-kesalahan sesudah ditandatangani Presiden Jokowi, diakui Mensesneg Pratikno. Itu diklaim sebagai sekadar kesalahan administratif. Padahal faktanya banyak juga yang substantif. Itu tetap bentuk cacat formal dan legal,” ujar HNW.
Menurut HNW, hal-hal tersebut harusnya tidak boleh terjadi dalam pembuatan UU yang memiliki daya ikat dan daya paksa kepada masyarakat. Apalagi pemerintah menyampaikan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja masuk kategori super prioritas, penuh niat baik, untuk sederhanakan perundangan dan hadirkan kepastian hukum. Tetapi dengan masih banyaknya masalah seperti tersebut, justru menggambarkan hal sebaliknya dari yang diklaim Pemerintah.
HNW berpendapat agar legislative review yang dibuka opsinya oleh pemerintah, diprioritaskan. Bukan hanya merevisi kesalahan-kesalahan dalam UU Cipta Kerja itu, melainkan secara total membuat RUU Pencabutan UU Cipta Kerja yang telah meresahkan rakyat utamanya kaum buruh.
”Perlu ada keberanian dan kenegarawanan untuk ambil langkah ini, guna mengakhiri kegelisahan dan kegaduhan rakyat. UU Cipta Kerja masih bermasalah, rakyat juga korbannya. Legislative review juga dapat menyelamatkan kepercayaan rakyat terhadap lembaga-lembaga negara baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif,” kata HNW.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link