Lautan warga Hong Kong turun ke jalan protes RUU ekstradisi di Hong Kong pada 9 Juni 2019 (Foto: AFP)
Hong Kong, Jurnas.com – Pemerintah Hong Kong sedang menghadapi krisis terburuk sejak lepas dari kekuasaan Inggris pada 1997. Demikian disampaikan Kepala Kantor Urusan Hong Kong dan Makau China, pada Rabu (7/8).
Menurut salah satu pejabat China senior yang mengurusi Hong Kong, krisis disebabkan oleh aksi protes massal yang mengguncang kondisi keuangan Hong Kong.
Seperti diketahui, Hong Kong telah menghadapi aksi demo berbulan-bulan, yang terkadang disertai dengan kekerasan, menuntut penarikan undang-undang ekstradisi yang akan memungkinkan tersangka diadili di China daratan yang dikendalikan oleh Partai Komunis.
Tetapi protes itu meluas menjadi penolakan terhadap pemerintah Hong Kong, yang dipicu oleh kekhawatiran warga atas pengetatan para pemimpin Partai Komunis China di Beijing.
Pengacara Hong Kong yang berpakaian hitam akan berbaris dalam diam pada Rabu, untuk menyerukan pemerintah agar untuk menjaga independensi departemen keadilan kota.
Pengunjuk rasa berencana untuk mengepung Menara Penghasilan Hong Kong pada hari ini, setelah polisi pada Selasa malam menembakkan gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa di Sham Shui Po, salah satu distrik termiskin di kota itu.
Dikutip dari Reuters, Hong Kong dijamin kebebasan yang tidak diberikan di China daratan, termasuk peradilan independen, di bawah formula “satu negara, dua sistem”, ketika Inggris mengembalikannya ke China pada 1997.
Tetapi banyak penduduk melihat RUU ekstradisi yang sekarang ditangguhkan sebagai bagian dari kampanye tanpa henti menuju kontrol China daratan.
Para pengunjuk rasa menuntut penarikan lengkap RUU itu, penyelidikan independen terhadap krisis, penyelidikan atas apa yang mereka katakan adalah penggunaan kekuatan berlebihan oleh polisi, dan agar pemimpin Hong Kong Carrie Lam mundur.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/57164/Hong-Kong-Hadapi-Krisis-Terburuk-sejak-1997/