Ilustrasi Impor Beras
Jakarta – Kebijakan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita terkait impor beras sebanyak 500.000 ton dinilai sebagai bukti lemahnya koordinasi menteri dalam kabinet pemerintahan Presiden Jokowi.
Penilaian itu disampaikan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, seperti dikutip melalui akun twitternya di @fahrihamzah, Sabtu (13/1). Menurutnya, dalam beberapa hari ini kembali disuguhkan tidak kompaknya para pembantu Presiden Jokowi.
“Terutama Mentan Amran yang mengklaim pasokan aman dan Mendag yang khawatir dengan kenaikan harga akibat pasokan berkurang,” kata Fahri.
Menurutnya, lemahnya koordinasi para Menteri terkait, nampak dalam menjalankan kebijakan produksi dan distribusi beras.
“Padahal dua hal tersebut pada hakikatnya tidak bisa ditangani secara parsial. Dengan kata lain diperlukan skenario untuk menghadapi tekanan produksi maupun distribusi,” tegasnya.
Ia menjelaskan, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) seperti yang tertuang dalam Permendag 57/2017 tentang Penetapan HET beras dan Permentan 31/2017 tentang Kelas Mutu Beras sebagai pricing strategy harus dipahami sebagai keputusan menentukan harga awal.
“Hal ini untuk melakukan penetrasi pasar cepat dan membangun loyalitas dan kepercayaan konsumen. Sehingga kedua kebijakan tersebut diharapkan mampu mengontrol pasokan dan harga. Untuk merealisaikannya butuh koordinasi yang kuat di antara Mentan dan Mendag,” terangnya.
Oleh sebab itu, kata Fahri, kurang berperannya HET dalam mengontrol harga dan menjamin pasokan harus dievaluasi, dimana titik lemahnya juga secara komprehensif terhadap pelaksanaannya.
“Termasuk ditegakkannya punishment pada pihak yang menerapkan kebijakan HET. Karena ini terkait urusan perut seluruh rakyat,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan impor beras khusus yang dilakukan Kementerian Perdagangan merupakan cadangan pangan selama enam hari. Menurutnya, stok beras di Bulog hanya ada 900.000 ton sedangkan kebutuhan beras di Tanah Air sebesar 2,5 juta ton per bulan.
“Insya Allah kedepan baik-baik saja, karena Oktober hingga Desember musim tanam, Januari berarti ada panen. Febuari sudah masuk panen puncak mengikuti tahun 2017,” kata Amran saat menyambangi Kementerian Koordinator Perekonomian, Jumat (12/1).
Amran mengakui, meski bulan depan ada panen puncak namun pihaknya berharap Bulog bisa menyerap produksi beras petani lokal dengan optimal. Amran mengatakan kebijakan pangan di tahun ini akan terdorong dengan baik apabila Bulog bisa menyerap panen beras sesuai target yakni 3,7 ton.
“Kami minta Bulog, karena serapannya sangat rendah dari target kita 3,7 ton, itu kita akan perbaiki bersama ke depan. Tahun depan kalau bisa 90% (serapan) Insya Allah stok kita lebih baik,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pihaknya telah melaporkan langkah impor beras kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.
Menurutnya, beras impor yang akan masuk di bulan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.
“Saya laporkan beras yang diimpor masuk dalam kategori keperluan tingkat lain dengan tingkat kepecahan 5%,” kata Enggar usai rapat koordinasi pangan di Kementerian Koordinator Perekonomian.
TAGS : Impor Beras Petani Menteri Perdagangan Menteri Pertanian
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/27762/Impor-Beras-Bukti-Lemahnya-Koordinasi-Menteri-Kabinet-Jokowi/