indopos.co.id – Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengatakan terdapat strategi industri rokok untuk menggiring anak dan remaja menjadi perokok baru menggantikan generasi sebelumnya, termasuk dengan cara mensponsori acara musik dan olahraga.
“Kita melihat strategi industri rokok menggiring anak dan remaja untuk merokok, menggantikan para perokok yang mungkin sudah tidak merokok karena terkena berbagai macam penyakit akibat merokok,” kata Seto dalam seminar virtual Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bertema “Peran Keluarga dalam menolak Bujukan Rokok”, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurut psikolog anak yang akrab disapa Kak Seto itu, salah satu strategi yang dilakukan industri rokok untuk menciptakan perokok pemula itu adalah dengan maraknya iklan rokok. Dia menyebut tidak ada lagi ruang yang bebas dari iklan rokok di berbagai tempat.
Padahal, menurut Kak Seto, berdasarkan teori pembelajaran sosial manusia termasuk anak-anak biasanya belajar melalui pengamatan perilaku dari manusia lain dihasilkan dari adanya interaksi timbal balik berkelanjutan.
Anak-anak yang dengan lingkungan sekitar merokok akan melihat hal itu sebagai contoh. Hal yang sama juga terjadi saat banyak brand rokok memenuhi acara olahraga atau pertunjukan musik.
”Seolah ada hadiahnya, pada waktu pertunjukan musik dan olahraga di berbagai tempat penuh dengan bujuk rayu industri rokok. Seolah dengan merokok gaul, kreatif, keren, modern dan hebat,” tegas Kak Seto.
Iklan rokok untuk mempengaruhi anak dan remaja itu terus digencarkan dan menimbulkan keinginan remaja untuk mulai merokok, mendorong untuk terus merokok dan yang sudah berhenti untuk kembali merokok.
Anak-anak, sebut Kak Seto, menjadi korban eksploitasi industri rokok. Hal itu terjadi karena industri rokok menyasar basis konsumen jangka panjang dengan semakin dini merokok akan makin besar juga keuntungan bagi perusahaan rokok.
Karena itu, dia mendorong semakin besarnya peran keluarga untuk menjadi perokok pemula yang akan dibantu oleh usaha pemerintah. Hal itu sesuai dengan salah satu pasal dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan negara wajib melindungi anak dari zat adiktif seperti nikotin.
Sebelumnya, Koordinator Bidang Peserta Didik Kemendikbud Mega Zamroni mengingatkan sekolah untuk berpikir kreatif dan lebih memahami bahwa rokok merupakan sebuah ancaman bagi anak sebab sekali mereka mencoba maka kemungkinan terpapar narkoba dan sebagainya akan lebih besar.
“Sekolah harus lebih berpikir out of the box, jangan hanya fokus pada prestasi anak di sekolah atau anak harus menguasai bidang apa, namun juga perlu memahami rokok adalah ancaman bagi anak,” kata Mega Zamroni.
Ia mengatakan pihak sekolah, termasuk mulai dari komite, harus lebih merangkul dan aktif agar anak-anak di sekolah tidak mencoba hal-hal yang berkaitan dengan rokok. Kemudian, katanya, jika memang anak ketahuan merokok, baik itu di sekolah maupun sekitar lingkungan sekolah, maka teguran diberikan bukan hanya pada anak yang bersangkutan, namun juga unsur-unsur yang ada di sekolah tersebut.
Menurutnya, secara umum perilaku merokok pada anak banyak terjadi akibat faktor dari perilaku teman sebaya. Hal ini, khususnya terjadi pada mereka yang berusia 13 hingga 17 tahun, bahkan ada yang di bawah itu. ”Kami sudah ada Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 terkait dengan sekolah yang bebas dari rokok. Namun dengan adanya faktor teman sebaya, sepertinya aturan ini bisa sedikit direvisi atau disesuaikan lagi,” kata dia.
Bahkan, katanya, seharusnya teguran juga diberikan pada masyarakat di lingkungan sekolah. Sebab, tidak mengingatkan anak-anak agar tidak merokok di sekitar sekolah itu.
Di sisi lain, ia mengatakan kasus merokok pada anak, termasuk di sekolah, merupakan tantangan tersendiri sebab yang dijadikan teladan atau contoh biasanya memang teman mereka sendiri. ”Anak biasanya punya teman yang jadi panutan, dan sekalinya teman itu merokok maka anak akan meniru dan merasa harus seperti panutan mereka juga,” ujar dia.
Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa peranan keluarga dalam menjauhkan anak dari rokok tidak kalah penting sehingga butuh kerja sama semua pihak dalam mengatasi hal tersebut. Hal itu, katanya, termasuk pula dari pihak regulator untuk membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung agar dapat memutuskan mata rantai merokok pada anak-anak.
Sementara Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof Muhadjir Effendy mengkhawatirkan rokok mulai menyerang anak sejak masa prenatal atau ketika berada dalam kandungan ibunya. “Rokok ini sebetulnya sudah mulai menyerang upaya kita untuk membangun sumber daya manusia Indonesia sejak masa prenatal,” katanya. (gin/ant)
Credit: Source link