JawaPos.com – Ada beribu-ribu alasan yang bisa memaksa seseorang untuk mengajukan pinjaman alias berutang. Idealnya, berutang boleh saja dilakukan asal dilatarbelakangi oleh kebutuhan mendesak dan tidak dapat ditunda lagi pembayarannya, atau mampu meningkatkan tingkat ekonomi secara jangka panjang. Beberapa contoh alasan yang baik untuk mengajukan pinjaman adalah membayar biaya pengobatan, menambah modal usaha, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, karena dorongan hasrat konsumtif yang meruah, tak sedikit orang yang akhirnya terjebak dengan beban cicilan pinjaman yang terlalu besar. Kalau sudah begitu, tentu kewajiban membayar tagihan pinjaman setiap bulan akan menjadi beban tersendiri, tidak hanya bagi kondisi keuangan, namun juga kondisi mental seseorang.
Terlebih lagi pada layanan pinjaman online yang dikenal amat mudah menggiur penggunanya untuk terus berutang karena memiliki syarat pengajuan yang ringan dan proses instan. Tanpa sadar, beban cicilan telah berada di titik maksimal kemampuan finansial untuk melunasinya, bahkan telah melebihinya.
Masalah keuangan memang acapkali menjadi alasan seseorang mengalami tekanan batin yang begitu kuat hingga menyebabkan sejumlah masalah mental. Berdasarkan kasus yang sudah ada sebelumnya, terdapat sejumlah kesehatan mental yang mungkin terganggu akibat cicilan online yang kian melilit. Berikut adalah beberapa di antaranya.
1. Risiko Alami Depresi
Mempunyai tanggungan finansial secara otomatis akan memberikan beban tersendiri bagi pikiran seseorang. Hal ini secara signifikan mampu meningkatkan risiko terjadinya gejala depresi ataupun stres berlebihan.
Fakta tersebut diperkuat pula dengan orang yang berada di bawah standar kemiskinan memiliki 50 persen risiko lebih besar jatuh ke kondisi depresi ketimbang yang tidak. Tentu saja ini juga berkaitan erat dengan kualitas hidup tidak cukup layak yang didapatkan oleh orang-orang dalam kondisi ekonomi tersebut.
2. Anxiety atau Kecemasan Berlebihan
Orang yang melakukan peminjaman dana tunai rentan mempunyai kecemasan berlebih atau masalah anxiety dibanding dengan mereka yang tidak memiliki beban finansial tersebut. Semakin besar jumlah tanggungannya, semakin berat pula beban psikologis yang dirasakannya. Risiko masalah kesehatan mental tersebut juga menjadi semakin tinggi terjadi pada orang yang sedang terbelit utang, maupun yang sedang atau pernah mengalami kebangkrutan.
3. Memicu Perubahan pada Perilaku
Dampak psikologis dari memiliki tanggungan finansial begitu signifikan bisa dirasakan oleh seseorang. Jika berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama, hal ini bisa berpengaruh pada perilaku di kehidupan sehari-harinya.
Beberapa orang mungkin akan terpaksa untuk tak mengakses fasilitas kesehatan, maupun tidak membayar tagihan rumah secara tepat waktu akibat hal tersebut. Selain itu, perubahan perilaku bisa paling besar kentara pada kebiasaan berbelanjanya. Hal ini bisa jadi diakibatkan oleh rasa trauma dari keharusan membayar cicilan utang yang nominalnya melebihi kemampuan finansial yang membuatnya harus hidup ekstra hemat.
4. Berpengaruh pada Pola Asuh Orang Tua
Tekanan akibat pinjaman uang mampu membuat orang tua bekerja ekstra keras dan mencari penghasilan tambahan agar bisa melunasi tagihan cicilannya. Konsekuensi dari usaha keras tersebut adalah kedekatan bersama keluarga, terutama anak, menjadi berkurang. Waktu berkualitas dan perhatian untuk keluarga biasanya akan tergerus karena lelah fisik dan pikiran karena seharian bekerja.
Di sisi lain, ekonomi yang stagnan akibat utang membuat kualitas dari pola asuh orang tua semakin memburuk. Alhasil, perkembangan emosional sekaligus sosial anak menjadi tidak optimal. Masalah tersebut dapat terjadi berulang dan anak menjadi individu yang tidak pandai dalam mengelola keuangannya, lalu mengulangi pola tersebut secara terus-menerus hingga ke generasi selanjutnya.
5. Menutup Diri Akibat Rasa Malu dan Segan
Terlibat dalam tanggungan utang bisa jadi akan membuat seseorang cenderung memilih hidup yang jauh dari orang sekitar alias menutup diri. Karena merasa terbebani dengan pinjaman yang tak kunjung terlunasi, akan muncul perasaan malu, segan, sampai rela berbohong demi menutupi keadaan tersebut.
Besar atau kecil, hal ini tentu saja akan berpengaruh pada hubungan sosial seseorang dengan orang di sekitarnya. Sebagai contoh, pada keluarga dengan kebiasaan jarang membahas soal keuangan dan menganggapnya sebagai hal tabu, kecenderungan untuk menutup diri saat memiliki masalah keuangan akan lebih rentan terjadi. Hal ini tak menutup kemungkinan juga bakal terjadi pada masalah memiliki beban pinjaman online.
Manfaatkan Pinjaman Online dengan Tepat dan Bijak agar Tak Menjadi Beban Pikiran Berlebihan
Siapa saja pasti akan dirundung perasaan khawatir saat memiliki beban utang karena harus selalu melunasi cicilannya setiap bulan. Namun, jika mengajukan pinjaman dengan nominal yang tepat dan tak melebihi kemampuan finansial, pemanfaatan produk keuangan tersebut tidak akan sampai menjadi beban pikiran yang berlebihan. Kalaupun sudah terlanjur terlilit utang, jangan ragu untuk menceritakan masalah tersebut ke orang terdekat Anda agar bisa meringankan beban pikiran dan meningkatkan potensi untuk dibantu.
Editor : Mohamad Nur Asikin
Reporter : ARM
Credit: Source link