Anggota Komisi Xi DPR RI, Anis Byarwati
Jakarta, Jurnas.com – F-PKS di DPR RI menolak RUU tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem Keuangan.
Menurut Anggota Komisi XI DPR RI dari F-PKS, Anis Byarwati, Fraksinya menolak RUU tentang Perppu Nomor 01 tahun 2020 lantaran ada banyak ketentuan dalam peraturan tersebut yang berimplikasi buruk pada penanganan wabah Covid-19.
“Tidak kurang dari 22 butir catatan kritis disampaikan oleh Fraksi PKS terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2020,” kata Anis melalui keterangannya, Selasa (05/05/2020)
Wakil rakyat asal Dapil DKI Jakarta Timur itu mengungkapkan dua butir pasal paling krusial dalam Perppu yang telah disahkan menjadi UU tersebut.
“Fraksi PKS berpendapat bahwa PERPPU, maupun aturan turunannya, Perpres 54/2020, tidak memberikan komitmen yang jelas mengenai anggaran penanganan wabah Covid-19,” katanya.
Padahal, lanjut Anis, Pemerintah berulangkali menyatakan akan menggelontorkan dana hingga Rp 405 Triliun, akan tetapi angka tersebut tidak pernah tercantum dalam berbagai aturan yang telah diturunkan.
Untuk itu, Fraksi PKS mendorong Pemerintah untuk lebih transparan dalam hal realokasi dan kebijakan anggaran dalam penanganan wabah Covid-19.
Selain itu, Fraksi PKS memandang kebijakan Perppu tidak jelas keberpihakannya kepada kelompok masyarakat mendekati Miskin, Rentan dan Terdampak.
“PERPPU No. 1 Tahun 2020 tidak memberikan banyak ruang bagi perlindungan masyarakat berpenghasilan terendah yang terdampak yang belum masuk pada program PKH dan Kartu Sembako. Bahkan tidak ada satu pasal secara eksplisit yang terkait dengan kebijakan terhadap kelompok masyarakat mendekati miskin, rentan dan terdampak tersebut,” kata dia.
“Sehingga alokasi Rp405 triliun dikhawatirkan tidak akan banyak membantu bagi kehidupan mereka dan juga pada masa pemulihan nantinya,” Imbuh Anis.
Perppu 01/2020 Berpotensi Langgar Konstitusi
Sementara itu, Anggota Banggar DPR RI dari Fraksi PKS lainnya, Ecky Awal Mucharam menilai bahwa Perppu 1/2020 berpotensi melanggar konstitusi.
Pasalnya, kata dia, terdapat sejumlah pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD NRI 1945.
“Terutama terkait dengan kekuasaan Pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan Negara,” kata Ecky.
Anggota Komisi XI DPR RI ini menunjukkan salah ketentuan yang diduga melanggar UUD 1945 yaitu Pasal 12 ayat 2.
Pasal ini mengatur perubahan postur dan/atau rincian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
“Pasal ini jelas mengamputasi kewenangan peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam Undang-Undang atau yang setara,” katanya.
Selain itu, lanjut Ecky, Perppu tersebut juga telah membuka banyak ruang terbuka yang berbahaya bagi keuangan bangsa dan negara.
“Perppu telah membuka banyak ruang terbuka yang berbahaya bagi sistem keuangan kita. Kekuasaan tak terbatas KKSK, kekebalan hukum, dibukanya peluang kebijakan bail-out dan blanket guarantee adalah contoh-contohnya. Ini sangat berbahaya,” katanya.
Masih kata Ecky, Perppu No. 1 Tahun 2020 juga telah membuka peluang terjadinya kebijakan bail-out atau penyelamatan sektor keuangan dengan keuangan negara yang bersifat tidak adil.
“Kebijakan bailout memunculkan ketidakadilan bagi rakyat, dan seharusnya skema penyelematan bank melalui peran pemegang saham atau group konglomerasinya (bail-in) sebagaimana ditetapkan pada UU No. 9 Tahun 2016 tentang PPKSK,” katanya.
“Seharusnya ini yang tetap digunakan dan diutamakan. Hal ini disebabkan pemilik bank merupakan konglomerat di negeri ini. Bisnisnya pun menjamur ke sektor-sektor lainnya. Jadi, tidak ada alasan untuk tidak mampu menggunakan skema bail-in,” imbuh Ecky.
Ecky menekankan bahwa skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998.
Penyimpangan tersebut telah membebani negara lebih dari Rp650 triliun ditambah dengan beban bunganya.
Beban berat ini kemudian ditanggung oleh rakyat secara keseluruhan melalui beban pajak dan inflasi yang berkelanjutan.
“Segelintir kelompok konglomerat menikmati kebijakan yang tidak adil dari fasilitas BLBI dan Obligasi Rekap dan tetap menjadi penguasa modal paska reformasi sampai sekarang,” kata dia.
“Mereka tetap memiliki privilege menjadi oligarki ekonomi dan modal yang bahkan mempengaruhi lanskap sosial dan politik hari ini. Kita menolak skema bail-out dari keuangan negara atas kerugian perusahaan swasta baik bank, lembaga keuagan, atau perusahaan lainnya,” katanya.
Ecky juga mengungkapkan bahwa Perppu No. 1 Tahun 2020 memunculkan potensi lahirnya kebijakan penjaminan penuh (blanket guarantee) yang melukai keadilan dan berpotensi memunculkan moral hazard.
Pada Pasal 20 disebutkan bahwa LPS diberikan kewenangan untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan penjaminan simpanan untuk kelompok nasabah dengan mempertimbangkan sumber dana dan/atau peruntukkan simpanan serta besaran nilai yang dijamin bagi kelompok nasabah tersebut yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sementara pada Pasal 22 ayat 1 ditegaskan bahwa untuk mencegah krisis sistem keuangan yang membahayakan perekonomian nasional, Pemerintah dapat menyelenggarakan program penjaminan di luar program penjaminan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang mengenai LPS.
Dengan penjaminan penuh (full guarantee) maka seluruh simpanan di perbankan seluruhnya dijamin oleh pemerintah.
“Tentu ini mencederai rasa keadilan rakyat. Selain berpotensi memunculkan moral hazard,” ujar Ecky.
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/71750/Ini-Alasan-F-PKS-Tolak-RUU-tentang-Perppu-No-01-2020/