DENPASAR, BALIPOST.com – Sejumlah varian COVID-19 dari luar negeri telah masuk ke Indonesia. Dua diantaranya bahkan sudah masuk ke Bali.
Kondisi ini, dikatakan Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19, Prof. Wiku Adisasmito, perlu diwaspadai. Sebab, pembiaran mutasi virus akan berdampak buruk bagi penanganan pandemi COVID-19
Wiku dalam keterangan pers yang disiarkan langsung kanal YouTube BNPB Indonesia, Kamis (6/5) dipantau dari Denpasar mengutarakan pemerintah telah berupaya untuk mencegah meluasnya penyebaran varian baru ini di Indonesia. Salah satunya dengan keberadaan kebijakan pengetatan mobilitas pelaku perjalanan, baik dalam negeri dan luar negeri.
“Jika mutasi virus dibiarkan, maka akan semakin banyak varian COVID-19 yang muncul dan berpotensi berdampak buruk dalam upaya pengendalian COVID-19,” tegasnya.
Ia pun menjabarkan efek dari pembiaran terhadap mutasi virus ini, salah satunya pada meningkatnya laju penularan akibat terjadinya perubahan pada karakteristik virus. Dikhawatirkan juga merubah sifat bilogisnya. Lalu, akan menurunkan efektifitas vaksin karena umumnya vaksin dikembangkan dengan jenis-jenis virus yang spesifik.
“Juga dapat menurunkan akurasi testing karena lokasi-lokasi mutasi atau hotspot yang berbeda-beda pada setiap varian. Sehingga dapat menurunkan kualitas PCR yang memiliki target mutasi virus yang spesifik. Potensi efek negatif ini sedang dipelajari lebih lanjut, dan semua temuan hasilnya akan diberitahukan kepada masyarakat,” paparnya.
Terkait mutasi virus, Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasi jenis mutasi virus berdasarkan karakteristik yang ditimbulkan akibat mutasi. Yaitu varian of concern ialah varian yang sudah ditetapkan sebagai varian yang mengalami perubahan karakteristik dari karakteristik semula yang berupa angka dan huruf seperti B117, B1357 B11281 atau P1.
Dan varian of interest , yaitu virus yang mengalami perubahan genetik namun karakteristiknya masih belum bisa dipastikan yaitu varian yang belum disebutkan sebelumnya. “Dan yang menjadi catatan ialah perubahan karakteristik di setiap varian berbeda-beda,” tambah Wiku.
Pada prinsip virus COVID-19 adalah salah satu bentuk virus RNA ( ribonucleid acid ) yang secara alamiah jumlah kejadian mutasinya lebih banyak daripada jenis virus DNA ( deoxyribonucleid acid ). Karenanya bentuk virus COVID-19 sebagai virus RNA sangat wajar jika kemunculan variannya berkembang sangat cepat saat ini.
“Kembali saya ingatkan bahwa virus tidak mengenal batas teritorial dan setiap negara saling terhubung. Oleh karena itu salah satu upaya mengendalikan varian virus, khususnya yang sudah pasti meningkatkan infeksi adalah dengan mengatur mobilitas luar negeri,” jelasnya.
Jika melihat berdasarkan data dari Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kementerian Kesehatan, terdapat 10 negara asal kedatangan dengan kasus positif terbanyak dalam periode 28 Des 2020 sampai dengan 3 Mei 2021. Diantaranya Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Turki, Malaysia, Qatar, Mesir, Jepang, Singapura, Congo dan Libanon. Dan 5 negara teratas sumber positif WNA berdasarkan kewarganegaraan ialah India UEA, Qatar, Jepang dan Turki.
Saat ini salah satu distribusi varian B1617 yang sangat kuat dan telah menyentuh semua benua di dunia menjadi dasar perlunya adaptasi berbagai kebijakan mobilitas termasuk perjalanan luar negeri. Jika mobilitas perjalanan tidak dikendalikan, maka akan menyebabkan kenaikan kasus COVID-19 yang mengandung varian-varian tersebut.
“Kedepannya kita terus melakukan berbagai intevensi pencegahan demi pengendalian COVID-19 yang baik. Tidak hanya mengatur mobilitas perjalanan, tetapi juga meningkatkan upaya Whole Genome Sequencing (WGS). Peningkatan kualitas dan inovasi pada pelayanan kesehatan dan alternatif pengobatan,” terangnya. (Diah Dewi/balipost)
Credit: Source link