DENPASAR, BALIPOST.com – Data BPS menyebutkan pertumbuhan ekonomi Bali Triwulan III 2020 berkontraksi lebih dalam. Sebesar -12,28 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (YoY).
Pertumbuhan ekonomi Bali secara kumulatif Januari- September 2020 dibandingkan dengan pertumbuhan kumulatif Januari – September 2019 juga mengalami pertumbuhan negatif yaitu -8,27 persen (ctc). Kondisi ini terjadi karena Bali sangat tergantung dengan pariwisata dan di tengah pandemi, sektor ini mengalami pertumbuhan minus yang sangat dalam.
Gubernur Bali Wayan Koster saat bertemu Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, Sabtu (7/11), menjelaskan bahwa perekonomian Bali membutuhkan bantuan pemerintah pusat. Sehingga, para pelaku usaha pariwisata dan usaha dukungan pariwisata tetap bertahan sambil menunggu hilangnya pandemi COVID-19 yang menurunkan jumlah wisatawan asing.
“Kami perkirakan sektor pariwisata baru pulih di 2022 atau di 2023. Sehingga dibutuhkan bantuan semacam pinjaman lunak dari pemerintah untuk membantu mereka agar tidak bangkrut atau melakukan PHK,” katanya.
Selain itu, untuk sektor ekonomi lain, seperti perikanan dan pertanian, diakui Pemrov Bali sudah mendorong UMKM dan koperasi untuk melakukan ekspor langsung ke berbagai negara.
Terkait hal ini, Wimboh mengatakan pihaknya juga memprediksi perekonomian Bali yang didominasi pariwisata masih akan terdampak cukup lama akibat COVID-19. Sehingga dibutuhkan berbagai upaya untuk mendorong sektor ekonomi lain, seperti perikanan dan pertanian menjadi menjadi alternatif pemulihan ekonomi di Bali.
“Kami ingin ekonomi Bali bertahan seraya menunggu sektor pariwisata pulih sejalan meredanya COVID-19 dengan memperbesar porsi sektor perikanan dan pertanian. Kita juga harapkan wisatawan domestik mulai kembali memenuhi Bali,” ujar Wimboh.
Kooperatif
Gubernur Koster menjelaskan bahwa OJK selama ini sangat kooperatif dalam mendukung berbagai program dan kebijakan Pemprov Bali termasuk dalam menerapkan kebijakan stimulus ekonomi dari OJK dan Pemerintah.
Hingga 21 Oktober 2020 sudah mencapai Rp 28,54 triliun untuk 184.002 debitur yang terdiri dari debitur UMKM sebanyak 83.399 dengan nilai Rp 16,68 triliun. Sementara debitur KUR yang mendapatkan restrukturisasi 78.076 debitur dengan nilai Rp 3,36 triliun.
Sedangkan debitur perusahaan pembiayaan yang mendapatkan restrukturisasi sebanyak 98.828 kontrak dengan nilai Rp 6,39 triliun. Secara nasional kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK pada Maret lalu telah berhasil menjaga stabilitas sektor jasa keuangan.
Hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan mencapai Rp 914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp 361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non UMKM senilai Rp 552,69 triliun. (Citta Maya/balipost)
Credit: Source link