“Perbandingan harga bus listrik itu cenderung lebih mahal dibanding bus diesel, ini merupakan satu tantangan juga,” ujar Herman dalam webinar, Rabu.
Herman mengatakan, dengan mengadopsi bus berbasis listrik, perusahaan otobus harus mengeluarkan biaya lebih besar.
Baca juga: Pengembangan kendaraan listrik harus diarahkan untuk transportasi umum
Merujuk pada data yang dipaparkannya, harga bus listrik berkisar Rp5 miliar, sedangkan harga bus berbahan bakar diesel hanya sekitar Rp2 miliar.
Tingginya harga bus listrik disebabkannya masih mahalnya komponen-komponen yang digunakan, terutama baterai.
Menurut dia, mahalnya harga bus listrik cukup memberatkan perusahaan otobus, mengingat banyak di antara mereka yang memiliki kemampuan keuangan terbatas.
Oleh karena itu, Herman menilai perlu ada mekanisme-mekanisme khusus yang diterapkan untuk membantu perusahaan otobus dalam mengadopsi kendaraan listrik.
“Untuk mengadopsi berarti perusahaan otobus harus mengeluarkan uang lebih banyak, kecuali ada mekanisme-mekanisme khusus untuk membantu perusahaan otobus melakukan adopsi bus listrik,” kata dia.
Lebih lanjut Herman mengatakan, meski memiliki harga yang mahal, pembelian bus listrik menghadirkan sejumlah keuntungan, termasuk biaya operasional yang lebih murah dibanding bus berbahan bakar konvensional.
Dalam data yang disajikannya, perkiraan biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk bus listrik per 10 tahun (200 km/hari) adalah sekitar Rp2,3 miliar, sedangkan bus berbahan bakar diesel sebesar Rp4,6 miliar.
“Jadi memang secara operational cost itu ada saving, yang kedua memang membantu menurunkan emisi,” ucapnya.
Baca juga: Pengamat ungkap tantangan transisi ke bus listrik di Indonesia
Baca juga: Jababeka-BEAM Mobility hadirkan transportasi hijau tekan emisi karbon
Baca juga: BRIN optimalkan riset transportasi publik ramah lingkungan
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Credit: Source link