Ketua Komisi III DPR, Herman Herry
Jakarta, Jurnas – Ketua Komisi III DPR, Herman Herry mengingatkan pentingnya agenda pemberantasan korupsi di tanah air. Hal itu menyikapi isu terkait pembebasan napi kasus korupsi di tengah pandemi Covid-19 lewat revisi PP No 99/2012 yang sempat jadi polemik.
Herman berharap, Kementerian Hukum dan HAM (KemenkumHAM) tetap mendengar aspirasi masyarakat soal isu tersebut.
“Saya harap Menkumham tetap memperhatikan aspirasi masyarakat terkait isu revisi PP No. 99/2012. Sebab, agenda pemberantasan korupsi, narkoba dan terorisme merupakan agenda penting pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Herman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (6/4).
Herman menjelaskan, syarat dan tata cara pelaksanaan dalam pembebasan narapidana korupsi dalam PP 99/2012 berbeda dengan narapidana umum. Dimana, PP ini mengatur tentang ketentuan remisi, asimilasi, dan pembebasan bersyarat yang berbeda bagi narapidana korupsi, terorisme, hingga narkotika.
“Asimilasi dan integrasi bagi narapidana khusus baru bisa diberikan setelah menjalani 2/3 masa pidana, berbeda dengan narapidana umum lain yang bisa mendapatkannya setelah menjalani ½ masa pidana,” kata Herman.
Selain itu, lanjut Herman, asimilasi dan integrasi bagi narapidana khusus juga harus mendapatkan rekomendasi dari lembaga terkait.
Dalam kesempatan itu, Herman menyinggung Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Berdasarkan Kepmen ini, diperkirakan lebih dari 30 ribu narapidana dan anak yang mendapat asimilasi dan integrasi.
Politikus PDI Perjuangan ini tetap mendukung proses asimilasi dan integrasi kepada narapidana umum dilakukan. Namun, ia meminta pelaksanaannya tetap berdasarkan UU yang berlaku.
“Sebagai Ketua Komisi III DPR RI, saya rasa kebijakan untuk memberi asimilasi dan integrasi kepada narapidana setelah memenuhi syarat-syarat tertentu merupakan kebijakan yang progresif. Saya mendukung kebijakan ini asal dipastikan perilisan narapidana ini tetap memperhatikan peraturan Perundang-undangan yang berlaku,” terangnya.
Dia menegaskan bahwa kebijakan ini jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Misalnya, dimanfaatkan oleh oknum pegawai lapas untuk berbuat korupsi.
“Jangan sampai kebijakan ini malah dijadikan beberapa oknum pegawai Lapas untuk melakukan tindakan-tindakan koruptif dan transaksional,” tegasnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi bicara rencana membebaskan narapidana tindak pidana umum (Tipidum) untuk mencegah penyebaran virus corona COVID-19 di lapas. Sedangkan untuk napi kasus korupsi, Jokowi tidak pernah membicarakannya dalam rapat.
“Saya hanya ingin menyampaikan bahwa untuk napi koruptor tidak pernah kita bicarakan dalam rapat-rapat kita. Jadi dalam PP 99 tahun 2012 tidak ada revisi untuk ini. jadi pembebasan untuk napi hanya untuk napi pidana umum,” kata Jokowi dalam rapat terbatas lewat virtual, Senin (6/4).
Sementara itu, soal isu pembebasan napi koruptor berusia di atas 60 tahun saat wabah Corona mengemuka ketika Menkum HAM Yasonna Laoly hadir dalam rapat bersama Komisi III melalui virtual, Rabu (1/4).
Awalnya, Yasonna menjelaskan KemenkumHAM mengambil langkah pencegahan virus Corona di lapas yang overkapasitas.
Setidaknya ada 35 ribu narapidana yang akan dibebaskan berdasarkan Permenkum HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menkum HAM Nomor 19.PK.01.04 Tahun 2020. Napi yang bebas berdasarkan aturan itu hanyalah napi pidana umum dan napi anak-anak.
Yasonna meluruskan dan membantah dirinya ingin membebaskan napi koruptor. Dia mengatakan, membebaskan napi koruptor harus melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
“Saya disebut mau meloloskan napi narkoba dan kasus korupsi. Seperti sudah beredar beberapa waktu lalu di media massa. Itu tidak benar,” kata Yasonna Laoly dalam keterangan tertulis, Sabtu (4/4).
TAGS : Warta DPR Komisi III DPR Herman Herry Pemberantasan Korupsi
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin