JawaPos.com – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sempat membawa angin segar bagi para nelayan lobster di Indonesia. Dengan keputusannya mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12/Permen KP/ 20 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Para nelayan pun berkesempatan untuk menangkap baby lobster dan melakukan ekspor melalui perusahaan yang memiliki izin.
Peraturan tersebut terbukti membawa sedikit kesejahteraan kapada para nelayan lobster. Harga baby lobster yang tinggi, terlebih lagi jika diekspor, membuat sejumlah masyarakat pesisir hidup lebih layak.
Namun, harapan para nelayan harus kandas di tengah jalan setelah Edhy diciduk oleh KPK pada Rabu (25/11). KKP melalui Dirjen Perikanan Tangkap mengeluarkan surat edaran penghentian sementara Penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) yang menghentikan aktivitas penangkapan hingga ekspor benih bening lobster (BBL).
Surat edaran nomor B. 22891/DJPTPI.130/XI/2020 tertanggal 26 November ini diteken Plt Dirjen Perikanan Tangkap Muhammad Zaini.
Ekspor benih lobster diberhentikan terhitung mulai surat ini ditetapkan pada Kamis (26/11) sampai waktu yang belum ditentukan. Dalam surat tersebut juga memerintahkan eksportir yang memiliki BBL untuk mengekspornya paling lambat satu hari setelah surat edaran ditetapkan.
Ketua Umum Rumah Kreasi Indonesia Hebat Kris Budihardjo menyayangkan keputusan KKP menghentikan langkah para nelayan lobster akibat ditangkapnya Edhy Prabowo. Menurutnya, palanggaran korupsi tidak ada sangkut pautnya dengan aktivitas tangkap dan ekspor lobster.
“Aktivitas korupsi tidak ada hubungannya dengan ekspor. Tersangka boleh saja diproses, tapi ekspor tetap berjalan tentunya dengan pengawasan yang ketat. Jangan sampai disalahgunakan lagi oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab,” ujar Kris dalam keterangan pers yang diterima JawaPos.com.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 12/Permen KP/ 20 memang langkah yang baik sejak kepemimpinan Edhy di KKP. “Namun sayang, dibalik terbukanya kesempatan ekspor lobster ada akal-akalan segelintir orang,” kata Kris.
Keluarnya surat edaran penghentian sementara SPWP BBL ini ditengarai akan semakin merugikan nelayan. Andriana misalnya. Nelayan lobster anggota koperasi KUD Bojong Salawe Parigi ini mengatakan dirinya bakal kehilangan pendapatan jika ekspor BBL dihentikan. “Dampaknya ke kita, banyak yang akhirnya akan menganggur,” keluh Andriana.
Ia menceritakan bahwa ia sudah mengeluarkan uang sedikitnya Rp 30 juta untuk modal membeli perahu, jaring dan, genset dan alat lain yang diperlukan untuk menangkap baby lobster. “Sampai sekarang kurang lebih baru 3 bulan saya usaha lobster, modal itu belum ketutup. Apalagi jika akan diberhentikan,” jelasnya.
Investasi perahu dan alat tangkap lainnya memang bisa digunakan untuk mencari ikan. Namun hasil tangkap ikan jauh lebih kecil jika dibanding hasil tangkap baby lobster. “Nangkap ikan juga untung-untungan. Dijualnya juga murah, kadang-kadang malah rugi di solar,” pungkasnya.
Credit: Source link