JawaPos.com – Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan melihat, saat ini iklim usaha IHT legal tidak sedang baik-baik saja. Pasalnya, kenaikan tarif cukai dan harga rokok yang terjadi hampir setiap tahunnya berdampak pada penurunan jumlah pabrikan rokok.
Selain itu juga terjadi peningkatan peredaran rokok ilegal dibandingkan dengan penurunan jumlah prevalensi merokok secara umum. Merujuk kajian GAPPRI, bahwa tekanan untuk terus menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) secara eksesif disebabkan oleh pemahaman bahwa harga rokok di Indonesia dipersepsikan rendah/murah.
Kampanye kesehatan secara berlebihan mendesak agar pengendalian prevalensi rokok dilakukan melalui kenaikan CHT yang eksesif dan penyederhanaan layer CHT. “Padahal, berbagai studi menunjukkan bahwa keterjangkauan rokok di Indonesia termasuk yang paling tidak terjangkau. Artinya fungsi pengendalian konsumsi IHT legal melalui formulasi kebijakan CHT yang eksesif selama ini ternyata tidak efektif,” katanya, Senin (13/2).
GAPPRI pun menolak revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Rencana ini tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 yang ditetapkan pada 23 Desember 2022 lalu.
Menurutnya, PP 109/2012 yang saat ini berlaku sudah baik dan masih relevan untuk diterapkan, meskipun pelaksanaannya masih banyak kekurangan. Karena itu, pemerintah seharusnya mengutamakan dan memperkuat aspek sosialisasi, edukasi, serta penegakan implementasi.
Henry mengatakan, isi draf perubahan PP 109/2012 cenderung pelarangan. Hal itu justru semakin restriktif terhadap kelangsungan iklim usaha industri hasil tembakau (IHT) legal di tanah air.
“Kalau mengacu ketentuan perundang-undangan, seharusnya dititiktekankan pada pengendalian, tetapi draf yang kami terima justru banyak yang bentuknya pelarangan,” imbuh Henry.
Dia pun merasa, kebijakan yang dibuat pemerintah semakin memberatkan iklim usaha IHT legal yang selama ini kontribusinya sangat besar. “Seharusnya pemerintah membuat kebijakan yang melindungi kepastian usaha IHT legal di tanah air,” lanjutnya.
Dalam konteks inilah, Perkumpulan GAPPRI memberikan dua rekomendasi bagi pemerintah demi menjaga kelangsungan usaha IHT legal yang berkeadilan di tanah air. Pertama, menjalankan mandat UUD 1945 sebagaimana Pasal 33 Ayat (4). Kedua, harmonisasi regulasi demi kelangsungan IHT dan memberi arah yang jelas bagi seluruh stakeholders IHT legal.
“Kedepankan azas pengayoman; kemanusiaan; kebangsaan; kekeluargaan; kenusantaraan; bhinneka tunggal ika; keadilan; kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan,” pungkasnya.
Credit: Source link