JawaPos.com – Makan jangan asal kenyang tetapi penting untuk memerhatikan nilai gizi dan dampaknya bagi kesehatan. Makanan tinggi garam, gula, dan lemak akan berdampak pada kesehatan dalam jangka panjang.
Menurut ahli gizi Puteri Aisyaffa, sekali-sekali menu seperti itu boleh saja disantap. Akan tetapi ia menegaskan porsinya harus diperhatikan.
“Semua makanan merupakan makanan sehat, asalkan dikonsumsi dalam porsi yang tepat dan jenisnya sesuai kebutuhan tubuh. Saya mengacu pada prinsip 3J, yaitu jenis, jumlah, dan jam makan. Selama makanan tersebut bisa memenuhi prinsip 3J, tidak jadi masalah,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (27/9).
Menurutnya, pilihan makanan sehat itu berbeda bagi setiap orang. Seandainya Anda mengidap hipertensi, berarti perlu menghindari bahan makanan yang bikin tekanan darah meningkat.
“Itulah yang dinilai sehat bagi Anda,” kata Puteri.
Lalu, seperti apa makanan yang disebut makanan sehat ramah lingkungan? Salah satunya dengan prinsip SHINE: Sustainable, Hygienic, Nutritious, Economically Feasible.
“Sustainable berarti idealnya makanan tersebut dikemas dalam kemasan eco friendly, sehingga tidak menyisakan sampah. Dampak karbon juga kecil, sehingga lebih baik pilih produk lokal dan plant base. Kami juga mengajak orang mengonsumsi berbagai jenis makanan, karena menjaga keanekaragaman hayati juga penting demi menjaga kekayaan alam,” kata Jaqualine Wijaya dari Food Sustainesia.
Berikut tips makanan sehat dari Ahli Gizi dan Brian Ardianto (alumni Masterchef Indonesia musim ke-5) dan Aziz Amri (alumni MCI musim ke-7).
1. Proses Memasak Singkat
Puteri menjelaskan, makin cepat suatu bahan makanan dimasak, makin maksimal pula zat gizi yang terkandung di dalamnya. Karena itu, proses memasak jadi faktor yang perlu kita pertimbangkan. Misalnya, ketika memasak tumis kangkung, oseng saja sebentar, tambahkan air, masukkan kangkung, dan biarkan hingga layu, lalu angkat.
“Kadang orang memasaknya dalam waktu lama sampai benar-benar lunak. Proses memasak terlalu lama akan menurunkan nilai gizi. ketika keluar dari kulkas, suatu bahan pangan itu diproses dengan cara yang cepat dan dihabiskan dengan cepat pula. Dengan begitu, zat gizi yang diterima oleh tubuh bisa maksimal,” katanya.
2. Jangan Sering Hangatkan Masakan
Puteri membenarkan bahwa sering menghangatkan masakan mengurangi nilai gizi. Tapi, jangan dibuang, karena nilai gizinya tetap ada, meski mulai berkurang.
3. Mengukus Lebih Baik
Cara memasak terbaik untuk mengunci zat gizi adalah mengukus. Beberapa bahan pangan sangat sensitif terhadap suhu. Saat mengukus, kita memasak dengan suhu rendah dan perlahan, sehingga tak banyak zat gizi yang terbuang. Tapi, ada juga yang disebut food for the soul. Kalau tiap hari makan rebusan atau kukusan saja, tentu tidak bervariasi.
“Karena itu, variasikan proses memasak yang berbeda agar kita tidak bosan,” katanya.
4. Bahan-bahan yang Segar
Makin fresh bahan tentu makin baik. Jika memungkinkan, belanja setiap hari untuk menu makan hari itu saja. Tapi, kalau Anda tipe sangat sibuk yang hanya sempat belanja satu minggu sekali, simpan bahan makanan di chiller atau freezer, sehingga nutrisinya akan terkunci di dalamnya. Rencana belanja bahan pangan juga perlu dipersiapkan satu minggu sebelumnya. Buatlah daftar belanja untuk seminggu ke depan berdasarkan mood keluarga ingin makan apa. Yang pasti, belanja bahan pangan segar untuk satu minggu saja, agar tidak terbuang sia-sia.
5. Pangan lokal lebih keren
Sepotong salmon memang terlihat menggiurkan, karena warna jingganya tampak segar. Apalagi, ikan ini disebut-sebut mengandung omega 3 yang sangat tinggi. Masalahnya, harga salmon terbilang mahal. Relakah kita mengeluarkan banyak uang untuk belanja salmon, padahal ada ikan lokal yang lebih hebat? Kata Puteri, Indonesia punya beberapa jenis ikan kembung yang kandungan omega 3-nya tiga kali lipat lebih tinggi daripada salmon. Indonesia juga punya jenis susu kambing terbaik selain susu sapi yang memiliki kandungan gizi yang tinggi yaitu susu kambing etawa.
Salah satu keuntungan belanja bahan lokal adalah harganya yang rata-rata jauh lebih terjangkau. Soalnya, bahan pangan itu tersedia di Indonesia, mudah diakses, dan jumlahnya berlimpah.
Editor : Kuswandi
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Credit: Source link