Diskusi pencak silat betawi
Jakarta, Jurnas.com – Pegiat Silat beraliran Cingkrik, Bachtiar mengatakan, semestinya, Pencak Silat Betawi menjadi seni bela diri yang paling digandrungi oleh masyarakat Betawi. Sebab, pencak silat merupakan bagian dari budaya, Identitas dan sejarah serta kehormatan bangsa.
Tetapi pada kenyatannya, Pencak Silat, perlahan-lahan tersingkirkan oleh bela diri asing, seperti Taekwondo, Jujitsu dan Karate.
Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab, saat ini banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kerap lebih memprioritaskan bela diri asing ketimbang Pencak Silat.
“Ekskul (ekstrakurikuler) ternyata yang mendominasi malah dari beladiri luar,” ungkap Bachtiar dalam sebuah diskusi bertema `Pencak Silat Betawi Setelah Pencak Silat Indonesia Ditetapkan Sebagai Warisan Budaya Dunia Takbenda Oleh UNESCO` di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, Minggu (26/01/2020).
Agar pencak silat kembali digandrungi masyarakat dan untuk mengkerek kembali pamor bela diri asli indonesia itu, Bachtiar pun meminta sekolah dan perguruan tinggi lebih memprioritaskan bela diri Pencak Silat.
“Kita jangan sampai jadi tamu di kampung sendiri,” katanya.
Senada dengan Bachtiar, Pegiat Silat Betawi lainnya, Haji Basri (Babeh Basri) juga mengatakan Pencak Silat Betawi memang perlu di sosialisasikan ke sekolah – sekolah dan anak – anak muda. Sebab, gempuran bela diri asing saat ini sudah sangat luar biasa.
“Dari segi gerakan segi mutu tidak kalah dari impor. Semua jenis maen pukul betawi ini punya kelebihan,” ujar dia.
Meski demikian, Babeh Basri mengakui, ada perbedaan yang sangat mencolok antara seni bela diri pencak silat dengan bela diri lainnya. Dimana Pencak silat tak hanya berisi menang – kalah dan hanya mengejar medali saja.
Hal ini, yang kemungkinan menjadi penyebab anak muda kurang tertarik pada bela diri pencak silat tersebut.
“Memang ini tradisi (Pencak silat betawi ; Maen Pukul) bukan hanya berisi maen pukul, tapi juga untuk membentuk mental dan spiritual. Pendidikan agama juga diajarkan. pembentukan mental juga diajarkan,” katanya.
Sama halnya Babeh Basri, Pegiat Silat aliran Troktok, Nashri (Babeh Nashri) juga berharap agar bela diri silat aliran Troktok bisa lebih di terima dan kembali digandrungi oleh masyarakat ketimbang bela diri asing.
“Mudah-mudahan Troktok lebih familiar di masyarakat baik di perkampungan atau perkotaan,” katanya.
Pada kesempatan itu, Nashri menceritakan ilmu bela diri silat Troktok diciptakan dan dikembangkan oleh seorang ulama, Kyai Haji Marzuki (Guru Tua Rawa Kidang).
“Sebetulnya ini dari kebayoran lama, siapapun, dimana pun yang belajar silat troktok ini ujungnya di kebayoran lama, Silat troktok ini yang punya ulama. KH Marzuki,” katanya.
Sementara itu, Ketua Perkumpulan Betawi Kita, Roni Adi mengatakan banyak hal positif yang terdapat dalam pencak silat, di antaranya menghargai sesama dan menghormati orang yang lebih tua.
“Dalam beberapa gerakan pencak silat Betawi khususnya, terdapat gerakan yang digali dari ajaran agama Islam, seperti gerakan ketika orang berwudlu dan gerakan shalat. Para murid juga berdoa sebelum latihan rutin. Pencak silat dipakai bukan untuk berbuat semena-mena, tapi mengajarkan untuk menahan diri dan menjaga harmonisasi dengan alam sekitar,” kata Roni yang juga Ketua komunitas pegiat silat Betawi Sikumbang Tenabang.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana menegaskan, Pemprov DKI Jakarta telah berkomitmen untuk mendukung dan melestarikan warisan budaya asli Jakarta ini.
“Terima kasih masukannya dari bapak – bapak, kalau bisa temen-temen datang ke sudin kebudayaan masing-masing wilayah. Supaya mendapat tempat dan perhatian, pada kegiatan di tahun ini,”katanya.
Untuk diketahui, setelah melalui perjuangan yang panjang, UNESCO akhirnya menetapkan pencak silat sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Dunia dari Indonesia dalam sidang Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Bogota, Kolombia, yang berlangsung pada 9-14 Desember 2019.
Pencak silat yang memiliki akar tradisi kuat di Indonesia dan Malaysia itu telah berhasil mengokohkan sebagai sebuah tradisi yang memiliki akar pada dua aspek: bela diri dan mental-spiritual.
Pencak silat menjadi warisan dunia kesepuluh yang ditetapkan UNESCO setelah wayang, keris, batik, angklung, tari saman, noken, tiga genre tari tradisi Bali, kapal phinisi, dan pelatihan batik.
Pencak silat dianggap memiliki seluruh elemen yang membentuk warisan budaya tak benda. Pencak silat terdiri atas tradisi lisan, seni pertunjukan, ritual dan festival, kerajinan tradisional, pengetahuan dan praktik sosial serta kearifan lokal.
Dalam buku Maen Pukulan Khas Betawi karya GJ Nawi, dituliskan tentang adanya 317 aliran maen pukulan Betawi. Sebarannya luas, mulai dari Betawi Pesisir (Foreland), Betawi Tengah (Midland), Betawi Pinggir dan Udik (Hinterland).
Beberapa di antaranya telah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.Terbaru pada 2019, ada silat Mustika Kwitang, silat Pusaka Djakarta, silat Troktok dan silat Sabeni Tenabang. Menyusul yang sudah ditetapkan lebih dulu adalah silat Beksi, dan silat Cingkrik.
Sementara di berbagai provinsi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah menetapkan antaranya Penca’ dari Jawa Barat, Silek Minang dari Sumatra Barat, Silek Tigo Bulan dari Riau, Pencak Silat Bandrong dari Banten sebagai WBTb.
Dengan penetapan ini, perlu ada berbagai strategi dan basis agar pencak silat menjadi lebih maju dan dikenal. Apalagi pencak silat bukan saja sekadar olahraga bela diri, tapi telah menjadi jalan hidup bagi para pelakunya.
TAGS : Pencak silat Budaya
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin