JawaPos.com-Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) ingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani soal kondisi perekonomian global yang terancam resesi. Melalui saluran telepon, JK meminta bendahara negara untuk tidak menakut-nakuti semua orang soal krisis ekonomi.
Menurut JK, negeri ini sangat luas sehingga tidak semua wilayah mengalami krisis. Bahkan, ia meminta seluruh pihak untuk terus optimis dan menghadapi setiap masalah yang ada.
“Saya bilang ke Sri Mulyani, jangan kasih takut-takut orang, besok akan krisis, tahun depan akan kiamat (krisis ekonomi). Saya telepon jangan begitu, jangan kasih takut semua orang. Ini negeri luas, tidak semuanya (krisis), bahwa ada masalah iya kita hadapi. Tapi kita jangan takut,” ucap JK
Menurut keyakinannya, Indonesia tidak akan mengalami krisis energi dan pangan karena bisa menghasilkan. “Beda dengan negara lain yang tidak punya energi. Mari kita optimistis, bahwa ada masalah (kita hadapi),” ujarnya.
Sebelumnya, dalam beberapa kesempatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sering mengatakan bahwa perekonomian global sedang dihadapi pada ancaman resesi. Menurutnya, kondisi perekonomian saat ini sangat dipengaruhi oleh gejolak ekonomi global yang sangat kompleks.
Bukan lagi karena pandemi Covid-19, melainkan disebabkan disrupsi sisi suplai dan persoalan geopolitik yang makin meningkat hingga menyebabkan harga-harga komoditas pangan dan energi melonjak.
Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, gejolak harga pangan dan energi kemudian mendorong terjadinya inflasi tinggi. Bahkan, sifatnya akan lebih permanen hingga 2024. Sebab sejumlah negara di dunia terancam resesi hingga stagflasi pada 2022-2023.
’’Ini adalah konteks yang sedang dan akan terus kita kelola hari ini dan 2023. Dan, bahkan kemarin pembahasan persoalan Kompleks ini akan berlanjut ke 2024,” kata Sri Mulyani dalam seminar nasional di Gedung DPR RI, Rabu (19/10).
Sebagaimana telah dibahas pada pertemuan G20 mengenai global financial safety net di Washington D.C, Amerika Serikat beberapa waktu lalu, ia mengatakan kondisi yang rumit ini perlu diantisipasi oleh para policy maker. Sebab bisa berdampak pada kenaikan biaya dana (cost of fund) dan gagal bayar (default) di banyak negara yang sudah dalam posisi exposure utangnya cukup besar.
Sementara space kebijakan fiskal moneter menjadi makin terbatas karena sudah digunakan sejak tahun 2008-2009 sesudah Global Financial Crisis dan kemudian dipakai lagi secara luar biasa pada saat pandemi. Belum lagi, dengan situasi ini outlook ekonomi global kemudian direvisi ke bawah.
Bahkan jika dilihat revisinya cukup tajam di hampir semua negara. “Di Amerika Serikat menurun tajam pada 2022 dan 2023, bahkan sekarang kata-kata resesi bukannya tidak mungkin di AS,” ujarnya.
Kemudian, Eropa yang terbentur oleh kenaikan harga tinggi serta kenaikan suku bunga yang agresif. Pada tahun 2022-2023, lanjutnya, Eropa dimungkinkan akan terjadi resesi
Editor : Dinarsa Kurniawan
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link