JawaPos.com – Situasi global mendorong terjadinya inflasi. Di Indonesia, per Juli angkanya sudah berada di 4,94 persen. Presiden Joko Widodo meminta kepada seluruh kepala daerah untuk dapat bekerja sama dengan tim pengendali inflasi daerah (TPID) maupun tim pengendali inflasi pusat (TPIP). Dengan demikian, tren kenaikan harga konsumen bisa ditekan hingga di bawah 3 persen.
Kepala negara juga meminta para kepala daerah untuk bisa mengecek apa yang menjadi penyebab inflasi di daerahnya. “Tanyakan di daerah kita apa yang harganya naik, yang mengakibatkan inflasi,” tuturnya dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi Tahun 2022 di Istana Negara Kamis (18/8).
Kemudian, lanjut dia, TPIP mengecek daerah mana yang memiliki pasokan bahan makanan yang melimpah. Kemudian, didistribusikan ke daerah lain. “Ini untuk mengurangi potensi inflasi,” katanya.
Lebih lanjut, Jokowi menyatakan bahwa Provinsi Jambi, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Riau, dan Aceh merupakan provinsi dengan inflasi tertinggi. “Tolong ini dilihat secara detail yang mengakibatkan ini apa agar bisa kita selesaikan bersama-sama,” katanya.
Menko Perekonomian Airlangga Hartato menggarisbawahi bahwa inflasi di 30 daerah masih tinggi. Lima daerah di antaranya bahkan di atas 6 persen. Yakni, Jambi mencapai 8,55 persen; Sumatera Barat 8,01 persen; Bangka Belitung 7,7 persen; diikuti Riau 7,04 persen; dan Aceh 6,69 persen.
“Ini tentu perlu ditangani dengan lebih baik. TPID harus membuat program pengendalian inflasi yang adaptif dan inovatif,” tegasnya.
Airlangga memproyeksikan inflasi tahun ini ada di kisaran 4–4,8 persen. Proyeksi itu meningkat jika dibandingkan dengan asumsi APBN 2022 sebesar 3 plus minus 1 persen.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menambahkan, inflasi Juli 2022 mencapai 4,94 persen, masih lebih rendah daripada negara lain. Namun, melebihi dari batas atas sasaran 3 persen plus minus 1 persen.
Kenaikan inflasi disebabkan tingginya kelompok pangan yang bergejolak mencapai 11,47 persen. Yang semestinya tidak lebih dari 5 persen atau maksimal 6 persen.
Tekanan bersumber dari kenaikan harga komoditas global karena berlanjutnya ketegangan geopolitik di sejumlah negara yang mengganggu mata rantai pasokan global.
“Hal itu mendorong sejumlah negara melakukan kebijakan proteksionisme pangan,” katanya.
Di dalam negeri, terjadi gangguan di sejumlah sentra-sentra produksi hortikultura. Termasuk aneka cabai dan bawang merah akibat permasalahan struktural di sektor pertanian, cuaca, serta ketersediaan antarwaktu dan antardaerah.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : (dee/lyn/han/c12/dio)
Credit: Source link