JAKARTA, BALIPOST.com – Pada Juli 2021, realisasi belanja modal pemerintah tumbuh cukup signifikan, yakni sebesar 83,3 persen. Ini dipengaruhi pembayaran dan percepatan proyek infrastruktur dasar atau konektivitas lanjutan pada tahun 2020, serta pengadaan peralatan.
Dengan demikian, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat belanja modal sejak Januari 2021 telah mencapai Rp85,8 triliun atau 34,8 persen terhadap anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Capaian tersebut juga meningkat cukup cepat karena jika dibandingkan dengan rata-rata 2015-2019, belanja modal baru direalisasikan 24,9 persen terhadap APBN pada bulan Juli setiap tahun.
Setidaknya terdapat tiga jenis belanja modal yang melesat cukup tinggi, yaitu belanja peralatan mesin yang naik 104,1 persen dari Rp16,2 triliun pada Juli 2020 menjadi Rp33 triliun pada Juli 2021.
Kemudian, belanja untuk pembangunan gedung bangunan tumbuh 50,8 persen dari Rp6,3 triliun menjadi Rp9,6 triliun, serta jalan, irigasi, dan jaringan meningkat 90,4 persen dari Rp20,9 triliun menjadi Rp39,8 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan saat ini belanja modal sudah memasuki periode peningkatan lantaran pada Juli 2020 realisasi belanja tersebut masih terkontraksi 3,3 persen. “Mudah-mudahan ini bisa mendorong investasi pemerintah dan akhirnya juga ikut membantu pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021,” kata Suahasil dikutip dari kantor berita Antara, Jumat (27/8).
Belanja modal pemerintah memang cenderung memberikan dampak berganda atau multiplier effect terhadap perekonomian, apalagi mengingat kementerian/lembaga yang mengeksekusi belanja tersebut tidak hanya satu atau dua, sehingga efeknya bagi masyarakat akan lebih terasa.
Selain Kementerian Perencanaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), belanja modal juga dieksekusi antara lain oleh Polri, Kementerian Pertahanan (Kemhan), dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Belanja modal Kementerian PUPR berhasil tumbuh 93,9 persen dari Juli 2020 sebesar Rp19,7 triliun menjadi Rp38,2 triliun pada Juli 2021, belanja modal Polri juga melesat hingga 135,3 persen dari Rp6,8 triliun menjadi Rp16 triliun.
Kemudian, belanja modal Kemhan tercatat meningkat 52,4 persen dari Rp8,4 triliun menjadi Rp12,8 triliun, serta Kemenhub naik 31,9 persen dari Rp4,7 triliun menjadi Rp6,2 triliun.
Dari seluruh belanja modal tersebut, masyarakat mendapatkan manfaat yang sangat signifikan, pasalnya sudah enam fasilitas yang hampir selesai terbangun, yakni bendungan, jaringan irigasi, jalur kereta api, jalan, jembatan, dan pembangunan rumah sakit.
Secara perinci, progres pembangunan bendungan tercatat sudah 64,03 persen dari target 10 bendungan baru dan 43 lanjutan senilai Rp10,38 triliun. Kemudian, terdapat pembangunan jaringan irigasi 47,74 persen dari target 600 kilometer (km) dan rehabilitasi jaringan irigasi yang mencapai 51,91 persen dari target 3.900 km dengan total Rp3,26 triliun. Untuk jalur kereta api, proses pembangunan sudah mencapai 78,5 persen dari target 236,66 kilometer spoor (km’sp) senilai Rp1,23 triliun.
Sementara itu untuk pembangunan jalan mencapai 47,49 persen dari target 213,63 km dan preservasi jalan 64,78 persen dari target 51.821,06 km, sehingga dana yang dipakai Rp12,93 triliun. Pembangunan dan preservasi jembatan masing-masing telah mencapai 66,72 persen dari target 18.945,24 meter (m) dan 58,08 persen dari target 490.074,7 m, dengan total Rp2,63 triliun. Untuk pembangunan RS telah berproses 33 persen dari target 21 RS Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan alat kesehatan senilai Rp120 miliar.
Sementara itu, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan tingginya belanja modal pada bulan Juli 2021 terjadi karena rendahnya belanja modal pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Namun, belanja modal memang harus diakselerasi di tengah pandemi untuk mendorong reformasi struktural dan agenda pertumbuhan jangka panjang. “Meski begitu, belanja kesehatan tetap harus diutamakan di tengah pandemi COVID-19,” ujar Riefky.
Reformasi struktural merupakan salah satu syarat agar potensi ekonomi Indonesia bisa lebih optimal, maka dari itu momentum krisis pandemi saat ini harus bisa dimanfaatkan untuk melakukan reformasi tersebut.
Salah satu upaya pemerintah melakukan reformasi struktural di tengah COVID-19 adalah melalui Undang-Undang Cipta Kerja, yang menjadi pendorong penyediaan lapangan kerja dan mempermudah investasi.
Presiden Joko Widodo mengatakan reformasi struktural merupakan hal yang sangat fundamental untuk pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi, karena Indonesia bukan hanya harus tumbuh, tetapi tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan.
Maka dari itu, reformasi struktural terus diarahkan untuk perbaikan fondasi ekonomi, melalui reformasi regulasi dan birokrasi serta dukungan sektoral yang mendorong pertumbuhan.
Indonesia tak sendiri berjuang dalam reformasi struktural, mengingat negara-negara yang tergabung dalam Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) pun berkomitmen memanfaatkan momentum COVID-19 untuk melakukan empat pilar reformasi struktural pada 2021-2025.
Agenda reformasi struktural APEC akan meliputi upaya-upaya peningkatan efisiensi birokrasi, kemudahan berusaha, peningkatan kepastian hukum, peningkatan kualitas regulasi, dan hal-hal terkait lainnya yang diidentifikasi sebagai hambatan struktural.
Hambatan tersebut selama ini menjadi salah satu faktor utama high-cost economy serta berimplikasi pada rendahnya daya saing satu ekonomi dalam perdagangan dan investasi.
Maka dari itu, reformasi struktural perlu diwujudkan melalui roadmap pembangunan ekonomi yang lebih hijau, lebih cerdas, lebih produktif, dan berkeadilan. Pertumbuhan berkelanjutan merupakan kunci dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi dan pertumbuhan inklusif berkelanjutan dapat dicapai melalui program-program ekonomi hijau. (Kmb/Balipost)
Credit: Source link