JAKARTA, BALIPOST.com – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) membuat kajian soal jumlah aparatur sipil negara (ASN) yang dapat melakukan kebijakan “Work from Bali” (WFB). Jumlah itu, sekitar 25 persen dari ASN.
“Kajian kami sekitar 25 persen Work From Bali,” kata Direktur Pemasaran Pariwisata Regional I Kemenparekraf Vinsensius Jemadu dalam konpers virtual mengenai Work From Bali, Sabtu (22/5), dikutip dari Kantor Berita Antara.
Menurut dia, untuk meningkatkan kinerja pergerakan wisatawan nasional, yang paling mudah didorong adalah ASN. Tapi kemungkinan anggaran yang dialokasikan akan sangat besar.
Ia juga mengemukakan bahwa program WFB berada di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Investasi. Sehingga perlu ada kebijakan yang jelas mengenai kuotanya.
Dalam kajian yang dilakukan pihaknya, disebutkan bahwa dengan sekitar 50 persen pegawai melakukan Work From Home (WFH), jumlah tersebut bisa dibagi dua sehingga 25 persen bisa kerja dari Bali. Vinsensius berpendapat bahwa terkait Work From Bali, pekerjaan yang rutin seperti kesekretariatan atau rapat-rapat sebaiknya dikontrol dari Bali.
Contohnya, bila rapat dilakukan secara hibrida, untuk off line-nya dilakukan di Bali. Ia juga mengemukakan rekomendasi dari pihaknya adalah tidak membawa keluarga agar protokol kesehatan juga dapat diawasi dengan lebih baik.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali, Ida Bagus Agung mengemukakan puluhan hotel akan digunakan terkait program tersebut. Sehingga lebih dari 500 UMKM akan dilibatkan.
Direktur Operasi dan Inovasi Bisnis Indonesia Tourism Development Coporation (ITDC) Arie Prasetyo menyatakan Bali adalah ikon pariwisata Indonesia.
“Kami mengelola kawasan Nusa Dua. Masyarakat yang ada di sekitar Nusa Dua juga memprihatinkan karena 1,5 tahun terakhir mengalami pengurangan pendapatan karena selama ini hidup dari sektor pariwisata,” katanya.
Ia menambahkan bahwa kawasan Nusa Dua telah melaksanakan protokol kesehatan dengan ketat. (kmb/balipost)
Credit: Source link