JawaPos.com – Konflik klaim kepemilikan tanah di Desa Beji, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, hingga kini belum menemui titik temu. Meski sudah dimediasi, namun bangunan tembok yang menutup akses rumah Haryono belum juga dibongkar Riyanto.
Hingga kemarin (26/12), tembok setinggi 2,5 meter itu masih berdiri, padahal Riyanto berjanji membongkar.
Keputusan itu diambil Riyanto usai melakukan mediasi dengan Haryono yang dimediasi Kepala Desa Beji dan Polsek Boyolangu, pada 20 Desember lalu. Dengan alasan, Riyanto membutuhkan waktu berembuk dengan keluarganya, terutama istrinya untuk pembongkaran tembok itu. Namun hingga kini, belum ada obrolan dari Riyanto kepada Haryono atau pihak Pemerintah Desa (Pemdes) Beji.
“Sampai hari ini (kemarin, Red) belum ada obrolan dari keluarga Riyanto atau pemdes, untuk pembongkaran tembok itu. Padahal jika dihitung, sudah seminggu dari mediasi di kantor desa yang dilakukan Selasa minggu lalu,” ujar Haryono ditemui di rumahnya.
Dia menerangkan, dalam mediasi minggu lalu sebenarnya diinstruksikan untuk datang bersama keluarga. Namun, Riyanto ternyata datang hanya seorang diri, sehingga dia beralasan tidak kunjung membongkar tembok karena harus musyawarah dengan keluarga. Haryono juga mengaku selama seminggu tidak pernah dihubungi oleh tetangganya itu.
Ketika melewati rumah Riyanto, kondisinya tertutup semua pintu-pintunya, termasuk jendela dan ditemui anggota keluarganya. Bahkan, tidak ada aktivitas apapun terlihat dari dalam rumah yang berwarna putih dan terkesan masih baru dibangun itu.
“Rumah putih milik Riyanto ini setiap hari memang terlihat tertutup, lantaran memang belum dihuni pemiliknya. Riyanto dan keluarganya masih berada di rumah Desa/Kecamatan Kalidawir dan belum pindah kependudukan,” ungkap Haryono.
Pria 80 tahun ini tentu merasa resah karena tembok yang dibuat Riyanto belum dibongkar sepenuhnya. Apalagi motor milik anaknya tidak bisa keluar dari rumah dan gerobak soto masih dititipkan saudaranya. Maka Haryono masih menunggu niat baik Riyanto untuk membongkar penuh tembok berwarna putih.
“Saya sehari-hari pergi ke sawah, tiap berangkat harus mengangkat sepeda untuk keluar dari tembok itu. Sebelum ada tembok terkadang memakai motor, tapi sekarang masih belum bisa. Apalagi kalau malam, kadang saya kesulitan lewat,” pungkasnya.
Sementara itu, wartawan Jawa Pos Radar Tulungagung berusaha untuk menemui Kepala Desa Beji Khoirudin, untuk menanyakan tindak lanjut konflik tersebut, namun tidak ada di kantornya. Lalu, ketika ditelepon tidak direspons. “Pembokaranya minta tenggang waktu satu minggu,” ujar Khoirudin saat dihubungi melalui WhatsApp
Credit: Source link