JawaPos.com – Era teknologi membuat ruang-ruang maya semakin tak terbatas. Berinvestasi dalam benda seni dan fashion bukan hal baru, bahkan karya seni dapat dianggap sebagai instrumen aset keuangan. Namun, seniman tetap butuh perlindungan dan pengakuan atas hak kekayaan intelektual bagi karya mereka.
Karena itu saat ini, sejumlah seniman dan desainer memilih ruang teknologi untuk menjamin karya mereka tidak ditiru atau bebas plagiat dengan mendaftarkannya lewat blockchain. Salah satunya dilakukan oleh Desainer Fashion Rinaldy Yunardi.
Ia mendaftarkan karyanya bersama desainer lainnya seperti Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, dan Joshua Irwandi dalam Gerakan Matahari dari Timur melalui Artopologi. Setiap karya seni fisik, seperti lukisan, patung, instalasi seni yang dipamerkan dan diperjualbelikan di Artopologi.com disertai dengan sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain.
“Fashion dan teknologi adalah satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Karya seni dengan didukung teknologi tentu akan memperkaya karya itu sendiri. Dan kami para desainer merasa harus beradaptasi dan mengikuti perkembangan zaman,” tegas Rinaldy Yunardi kepada JawaPos.com, Kamis (27/10).
Dengan mendaftarkan karyanya melalui blockchain, ia tak akan takut dengan plagiat atau klaim dari siapapun yang mengakui karyanya. Rinaldy mendaftarkan salah satu karyanya berupa kebaya dari logam dan itu tidak dijual.
“Saya sengaja mendaftarkan lewat blockchain karena jauh lebih aman dari plagiat, dan secara birokrasi tak berbelit-belit ya. Sekarang zaman sudah maju maka semua serba digital,” tegas Rinaldy.
Kuator Pameran Seni Terintegrasi Blockchain Rain Rosidi, menjelaskan, Artopologi merupakan marketplace karya seni yang terintegrasi dengan blockchain. Pihaknya membuka pintu sebesar-besarnya untuk berbagai tipe karya, mulai dari lukisan, patung, video, hingga instalasi, yang bersifat unik atau hanya ada satu edisi yang diciptakanm
“Kami memiliki misi besar untuk meregenerasi kolektor seni dan menghubungkan ekosistem seni di Indonesia. Sehingga platform Artopologi dilengkapi berbagai fitur, produk dan layanan yang sesuai untuk pecinta seni,” ungkap Rain.
Sertifikat Karya Lewat Blockchain
Ada beberapa kelebihan Artopologi, mulai dari terverifikasi, terkurasi, fokus pada karya seni fisik, bukan karya seni digital, merekam jejak pengkaryaan dan karir seniman, terintegrasi dengan blockchain, menghubungkan ekosistem, serta tim Art Advisory. Sementara itu, Kurator pameran Sudjud Dartanto menyebutkan bahwa sertifikat yang tertulis secara kekal dan terdaftar di blockchain untuk menjamin keaslian suatu karya fisik.
Dengan penggunaan smart contract sebagai basis sertifikasi, maka transfer kepemilikan bisa diketahui dan royalti bisa dibayarkan ke seniman sesuai besaran nilai transaksi di pasar sekunder. Detail atribusi keaslian juga akan terekam secara otomatis dalam smart contract yang berlaku pada karya seni tersebut.
“Smart contract merupakan perjanjian dalam bentuk kode komputer yang berjalan secara otomatis di jaringan blockchain tanpa campur tangan manusia. Apabila persyaratan yang ditentukan sudah terpenuhi, maka ia tersimpan di database publik dan tidak dapat diubah,” ujar Sudjud.
CEO Artopologi, Intan Wibosono mengatakan, artologi merupakan lokapasar yang terkurasi integrasi bersama blockchain. Semuanya ditransaksikan atau yang ditampilkan di situ karya seni fisik.
“Jadi, transaksinya di rupiah dan tidak menggunakan Cryptocurency apapun. Jadi, connect wallet-nya itu untuk proses transfer sertifikat keasliannya (COA),” katanya.
Menurutnya, blockchain menjadi wadah untuk membuat para seniman menjadi lebih aman setiap berkarya. Sehingga tak ada pihak yang dapat mengklaim atau mengakui karya tersebut karena sudah dikukuhkan lewat smart contract tersebut.
“Karya dari seniman didaftarkan di blockchain untuk mendaftarkan karya masterpiece, mereka sangat visioner. Sejalan dengan karya seni dan teknologi agar mereka lebih aman, ini menjadi bukti bahwa ini memang karya mereka tak dicontek atau diplagiat dengan melihat sertifikat yang didaftarkan di blockchain,” kata Intan.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Credit: Source link