Soleman Ponto
Jakarta – Pergantian posisi pada jabatan Panglima Tentara Nadional Indonesia (TNI) tengah mengisi wacana publik Indonesia. Hal itu seiring dengan semakin dekatnya usia pensiun Jenderal Gatot Nurmantio, karena berdasarkan Undang-undang nomor 34/2004 tentang TNI usia pensiun seorang perwira TNI adalah 58 tahun. Dan pada tahun 2018, Gatot akan tepat berusia 58 tahun.
Mantan Kabais TNI tahun 2011-2013 Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto menegaskan seharusnya posisi Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dapat digantikan unsur yang saat ini menjabat Kepala Staf Angkatan Udara (KaSAU) atau Kepala Staf Angkatan Laut (KaSAL).
“Sejak diberlakukan Undang-Undang no. 34/ 2004 tentang TNI (UU TNI), maka tugas ketiga Angkatan menjadi sangat jelas. Tidak ada salah satu Angkatan yang dominan. Itulah sebabnya ketiga Kepala Staf dapat menjabat Panglima TNI secara bergiliran, tidak lagi didominasi TNI AD seperti yang terjadi pada zaman sebelum berlakunya UU TNI. Jadi, sebagai pangganti Jenderal Gatot, yang berpeluang terpilih menjabat Panglima TNI adalah KaSAU dan KaSAL,” ujar Soleman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (3/12/3017).
Soleman menegaskan UU TNI pasal 13 ayat 4 mengatur bahwa jabatan panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan, yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala Staf Angkatan.
Dengan demikian, ungkapnya, ketiga Kepala Staf yang sedang menjabat saat ini memiliki peluang yang sama.
“Jadi tidak benar bahwa pengganti Panglima TNI harus berasal dari KaSAD, seperti pernyataan Panglima TNI yang oleh dilansir oleh media online. Sudah bisa saya pastikan. Berdasarkan sejarah sebelumnya, bahwa yang menjadi Panglima TNI itu berasal dari KaSAD. Karena mantan Kasad yang paham tentang visi misi TNI, tidak perlu lagi diajari,” paparnya.
Soleman mengungkap pola giliran Jabatan panglima TNI yang telah terbentuk sebelumnya bermula dari terpilihnya Laksamana TNI Widodo pada 26 Oktober 1999-7 Juni 2002 yang berasal dari unsur TNI AL. Kemudian, digantikan Jenderal TNI Endriartono Sutarto pada 7 Juni 2002-13 Februari 2006 dari unsur TNI AD dan selanjutnya digantikan Marsekal TNI Djoko Suyanto 13 Februari 2006-28 Desember 2007 dari unsut TNI AU.
“Selanjutnya, Jenderal TNI Djoko Santoso 28 Desember 2007-28 September 2010 TNI AD. Kemudian, Laksamana TNI Agus Suhartono 28 September 2010-30 Agustus 2013 TNI AL. Kemudian, Jenderal TNI Moeldoko 30 Agustus 2013-8 Juli 2015 TNI AD dan selanjutnya, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo 8 Juli 2015-Sekarang TNI AD. Dari pola giliran yang sudah terbentuk terlihat bahwa Kasad mendapat giliran kesempatan yang lebih besar daripada KaSAL atau KaSAU,” ungkapnya.
“Bila mengikuti pola yang telah terbentuk itu, maka penempatan jenderal Gatot sebagai Panglima TNI sebenarnya sudah merusak pola yang telah terbentuk,” imbuhnya.
Soleman mengutarakan bila mengikuti pola yang sudah terbentuk setelah keterpilihan jenderal Muldoko, maka jabatan Panglima TNI seharusnya diisi dari TNI AU.
“Tapi kenyatannya diisi dari TNI AD. Apabila kemudian jenderal GAtot diganti lagi oleh Kasad, maka pola yang terbentuk menjadi semakin rusak, dan hal ini akan sangat berpengaruh terhadap soliditas TNI,” jelasnya.
Soleman menyampaikan bila presiden ingin memperbaiki pola giliran yang sudah terbentuk, maka pilihan akan jatuh kepada KaSAU. Akan tetapi, lanjutnya, bila Presiden ingin mengsukseskan Indonesia sebagai Poros Maritim dunia, maka pilihan akan jatuh kepada KaSAL.
“Siapapun nantinya yang akan terpilih, harus kita hormati, karena mengangkat Panglima TNI adalah prerogatif Presiden,” ucapnya.
TAGS : Pergantian Panglima TNI
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/25718/KaSAU-dan-KaSAL-Berpeluang-Gantikan-Posisi-Gatot-Nurmantyo/