Komandan pasukan Al Quds, Qassem Soleimani (Foto: AP)
Washington, Jurnas.com – Serangan pesawat tanpa awak di bawah perintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, terhadap Jenderal Besar Qassem Soleimani tidak hanya sekadar agresi biasa.
Pejabat AS era Presiden Barack Obama menilai, Trump kini telah menghapus peluang untuk mengeluarkan AS dari “perang tanpa akhir” di Timur Tengah.
Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani di Baghdad juga membuat dunia bersiap menghadapi kemungkinan pembalasan, dengan banyak yang khawatir serangan itu dapat menyebabkan konflik yang lebih luas.
“Ini mungkin eskalasi paling mendalam yang bisa diambil Amerika Serikat,” kata Ned Price, yang bertugas di Dewan Keamanan Nasional di bawah Presiden Obama dikutip dari Associated Press pada Sabtu (4/1).
Trump telah berada di jalur konfrontatif dengan Iran sejak bahkan sebelum dia menjabat, ketika dia berjanji untuk mengakhiri perjanjian nuklir Iran yang ditandatangani oleh Obama.
Dia bersikeras dia tidak ingin perang, dan pembunuhan Soleimani tidak dimaksudkan untuk memprovokasi negara Republik Islam tersebut.
“Kami mengambil tindakan tadi malam untuk menghentikan perang. Kami tidak mengambil tindakan untuk memulai perang,” tegas Trump.
Kendati demikian, penargetan Soleimani, kepala Pasukan elit Quds Iran, bisa dibilang merupakan tindakan militer paling provokatif di Timur Tengah (Timteng) sejak Presiden George W. Bush meluncurkan perang Irak 2003, untuk menggulingkan Saddam Hussein.
Pembunuhan Soleimani, yang dianggap sebagai pejabat paling kuat kedua di Iran, terjadi ketika Trump telah berupaya untuk menerapkan tekanan yang meningkat pada Iran melalui sanksi ekonomi, agar meninggalkan program senjata nuklirnya.
Sementara Iran membalas dengan serangan provokatif terhadap fasilitas militer dan minyak AS di wilayah Timteng.
TAGS : Barack Obama Amerika Serikat Iran Qassem Soleimani
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/65042/Kata-Pejabat-AS-era-Obama-pasca-Tewasnya-Soleimani/