JawaPos.com – Indonesia terlambat menerapkan sistem keuangan syariah jika dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya. Padahal, sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia sangat potensial sebagai pasar syariah. Kini, pemerintah berupaya keras mengejar ketertinggalan tersebut.
Fakta tersebut diungkapkan Menteri Badan Usaha Miliki Negara Erick Thohir kemarin (17/3). “Indonesia mulai pada 1991 dengan berdirinya Bank Muamalat. Sementara, Malaysia sudah sejak 1963,” ungkapnya dalam webinar yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia.
Namun, dia optimistis PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) bisa mewujudkan ekosistem syariah di dalam negeri. Tidak hanya mengembangkan industri keuangannya saja, tapi juga kuliner, fashion, kosmetik, farmasi, dan media.
Erick menyebutkan empat strategi pemerintah untuk menciptakan ekosistem syariah kemarin. Yakni, menguatkan rantai nilai halal, meningkatkan inklusi dan literasi keuangan syariah, mendorong pembiayaan UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), dan digitalisasi.
Hal paling penting dalam mewujudkan ekosistem syariah, menurut Erick adalah pemberdayaan umat. “Berkolaborasi dengan komunitas keagamaan seperti perhimpunan pesantren atau dewan masjid Indonesia untuk membangun keyakinan dan kebutuhan terhadap solusi ekonomi syariah,” jelas ketua umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) tersebut.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengungkapkan bahwa keputusan BSI untuk melantai sudah tepat. Dengan demikian, BSI bisa menciptakan kekuatan permodalan dan menjangkau masyarakat yang lebih luas. Sebab, sebelum melebur menjadi BSI, tiga bank syariah BUMN itu punya visi dan segmentasi yang berbeda-beda.
“Tidak berlebihan jika BSI disebut sebagai game changer dalam mengakselerasi implementasi ekosistem ekonomi keuangan syariah di Indonesia,” tandasnya.
Pengembangan ekonomi syariah bisa menyokong ketahanan ekonomi nasional. Apalagi saat ini Indonesia sudah masuk dalam jajaran lima besar pelaku ekonomi syariah global. Berdasar Global Islamic Indicator Indonesia menduduki peringkat 4 dunia pada 2020.
Terpisah, anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati berharap BSI mampu mengakhiri stagnasi market shareperbankan syariah nasional. Selama satu dekade terakhir, pangsa pasar syariah hanya berada pada kisaran 5 persen.
“Kita tetap kritis agar kebijakan ini bisa dioptimalkan. Jangan sampai keberadaan BSI hanya berubah wujud saja tanpa ada perubahan yang signifikan,” ujar Anis kepada Jawa Pos.
Menurut dia, pemerintah bersama regulator harus mengawal perkembangan bank yang lahir dari merger tiga bank syariah Himbara itu. Salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah segera mengeluarkan kebijakan insentif perpajakan. Sebab, selama ini perlakuan regulator perpajakan terhadap perbankan syariah dan konvensional disamakan.
Pemerintah mestinya melihat bahwa terdapat perbedaan karakteristik antara bank syariah dengan bank konvensional. “Dengan insentif fiskal (berupa pajak) akan bisa membuat BSI lebih efisien dan kompetitif,” ucap politisi Partai Keadilan Sejahtera itu. Mengingat, BSI masih memerlukan modal yang cukup besar untuk menunjang bisnis di jangka menengah.
Selain itu, pemerintah bersama DPR perlu memperhatikan regulasi perbankan syariah. Undang-undang (UU) nomor 21 Tahun 2008 yang sudah 13 tahun perlu segera diamandemen. Anis menilai, banyak perubahan kondisi ekonomi dan keuangan yang perlu disesuaikan untuk mendorong perbankan syariah untuk bisa berkembang.
Perkembangan sistem teknologi informasi di dunia keuangan akan sangat berpengaruh terhadap platform industri perbankan syariah. Selain itu, UU perbankan syariah sebaiknya terintegrasi dengan regulasi industri keuangan lainnya. “Sehingga gagasan dalam membangun Sistim Keuangan Syariah yang terintegrasi bisa segera terwujud,” harap Anis.
Editor : Bintang Pradewo
Reporter : Agas Putra Hartanto
Credit: Source link