Teknik Biopori (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com – Isu pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah di berbagai kota di Indonesia, tidak terkecuali kota Depok, Jawa Barat.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Depok, jumlah sampah mencapai 1.300 ton per hari. Dengan demikian jika dirata-ratakan, tiap penduduk menghasilkan timbunan sampah sekitar 0,6 kilogram.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung seluas 11 hektar diketahui telah melebihi kapasitas (overload). Ini menjadi alasan Pemerintah Kota Depok akan membuang sebagian sampahnya ke Tempat Pengelolaan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional Lutut Nambo (Luna) di Klapanunggal, Bogor mulai tahun ini.
Kebijakan itu juga bukan keputusan yang mudah, lantaran pemerintah Kota Depok harus mengeluarkan uang sekitar Rp98 juta per hari untuk mengangkut sampah dari wilayah Depok ke TPPAS Luna.
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, Tim Pengabdi Universitas Indonesia (UI) yang terdiri atas sejumlah dosen dan mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi UI, menyosialisasikan pengelolaan sampah rumah tangga di Perumahan Bukit Rivaria Sawangan (BRS).
Kebijakan Pemerintah Kota Depok dalam upaya mewujudkan Kota Depok sebagai salah satu kota di Indonesia yang ramah lingkungan, sejalan dengan salah satu kebijakan Go Green UI melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat (PkM).
Margono, Ketua RT 003/RW 011 BRS Depok menyatakan sebetulnya sebagian besar warganya sudah sejak lama menggerakkan upaya pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga melalui aksi pemilahan sampah rumah tangga yang organik dan anorganik.
Akan tetapi, hingga saat ini aksi pemilahan sampah rumah tangga di lingkungan Perumahan BRS masih belum berjalan dengan sukses dan berkesinambungan. Alasannya, tingkat kesadaran warga perumahan akan pentingnya upaya pemilahan sampah rumah tangga masih rendah dan belum tersebar secara merata ke seluruh warga perumahan.
“Kegiatan ini mampu meningkatkan kesadaran masyarakat, dalam hal ini warga perumahan BRS, dalam pengelolaan dan pengolahan sampah rumah tangga melalui aksi pemilahan sampah dengan menggunakan teknik biopori,” kata Margono pada Rabu (30/10) di Depok.
“Pengabdian masyarakat ini juga sejalan dengan program posyandu yaitu pembuatan tanaman obat untuk keluarga, karena hasil dari pembuangan sampah organik dapat dijadikan pupuk bagi toga. Jumlah sampah basah (organik) banyak berkurang karena adanya lubang biopori,” lanjut dia.
Kegiatan PkM mencakup kegiatan FGD dengan beberapa warga perumahan, untuk mengetahui penyebab masih rendahnya tingkat kesadaran warga dalam kegiatan pemilahan sampah, dan persoalan-persoalan yang dihadapi warga terkait pengelolaan sampah rumah tangga selama ini pada 27 Juli.
Kemudian disusul dengan kegiatan sosialisasi kepada warga perumahan, terkait upaya meningkatkan kesadaran warga dalam pengelolaan sampah rumah tangga melalui pembiasaan untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, dengan memanfaatkan lubang resapan biopori sebagai sarana pembuangan sampah basah (organik) pada 17 Agustus.
Kemudian pada 24 Agustus 2019, Ketua Tim Pengabdi UI yang berkolaborasi dengan pengurus perumahan BRS melakukan kegiatan mobilisasi warga perumahan, untuk secara bergotong royong membuat paralon dan lubang biopori.
Pada setiap halaman rumah warga ditetapkan dua titik yang akan dibuatkan lubang biopori untuk menampung sampah organik hewani dan sampah organik nabati, serta kegiatan penyuluhan kepada warga untuk melakukan pemilahan sampah, dalam rangka pemanfaatan lubang biopori yang sudah dibuat di halaman atau pekarangan rumah setiap warga perumahan BRS pada 21 September lalu.
TAGS : Teknik Biopori Pengelolaan Sampah Akademisi UI
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/61717/Kelola-Sampah-Rumah-Tangga-dengan-Teknik-Biopori/