JawaPos.com – Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief mengatakan, kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) dihitung secara lebih proporsional. Sehingga skema yang diterapkan lebih berkeadilan dalam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M.
“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis,” kata Hilman di Jakarta, Sabtu (21/1).
Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Berikut perkembangan BPIH 2010-2022 berdasarkan sumber data BPKH.
1. Tahun 2010: Nilai Manfaat 4,45 juta (13 persen): Bipih 30,05 juta (87 persen) = Rp 34,50 juta
2. Tahun 2011: Nilai Manfaat 7,31 juta (19 persen): Bipih 32,04 juta (81 persen) = Rp 39,34 juta
3. Tahun 2012: Nilai Manfaat 8,77 juta (19 persen): Bipih 37,16 juta (81 persen)= Rp 45,93 juta
4. Tahun 2013: Nilai Manfaat 14,11 juta (25 persen): Bipih 43 juta (75 persen)= 57,11 juta
5. Tahun 2014: Nilai Manfaat 19,24 juta (32 persen): Bipih 40,03 juta (68 persen) = Rp 59,27 juta
6. Tahun 2015: Nilai Manfaat 24,07 juta (39 persen): Bipih 37,49 juta (61 persen) = Rp 61,56 juta
7. Tahun 2016: Nilai Manfaat 25,40 juta (42 persen): Bipih 34,60 juta (58 persen) = Rp 60 juta
8. Tahun 2017: Nilai Manfaat 26,90 juta (44 persen): Bipih 34,89 juta (56 persen) = Rp 61,79 juta
9. Tahun 2018: Nilai Manfaat 33,72 juta (49 persen): Bipih 35,24 juta (51 persen) = Rp 68,96 juta
10. Tahun 2019: Nilai Manfaat 33,92 juta (49%l persen): Bipih 35,24 juta (51 persen) = Rp 69,16 juta
11. Tahun 2022: Nilai Manfaat 57,91 juta (59 persen): Bipih 39,89 juta (41 persen) = Rp 97,79 juta
12. Tahun 2023: Nilai Manfaat 29,70 juta (30 persen): Bipih 69,19 juta (70 persen) = Rp98,89 juta (usulan).
Dari data tersebut, diketahui bahwa pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp 4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp 30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.
Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar. Kondisi itu terjadi karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022, penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen.
“Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” jelasnya.
Nilai manfaat bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk lebih dari Rp 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Menurut Hilman, mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. Apalagi, kinerja BPKH juga masih belum optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat ideal.
Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan NM masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada 2027.
“Jika komposisi Bipih 41 persen dan NM 59 persen, dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jamaah 2028 harus bayar full 100 persen. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun,” jelasnya.
Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menag saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih 70 persen dan NM 30 persen. “Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Men lakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jamaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya. Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amiin,” tandasnya.
Editor : Kuswandi
Reporter : Sabik Aji Taufan
Credit: Source link