JawaPos.com – Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyoroti masalah korupsi yang terjadi di Indonesia. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar pun ikut disorot.
Pernyataan tersebut dikutip dari laporan yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri AS dengan judul “2021 Country Reports on Human Rights Practices”. Laporan tersebut dipublikasikan secara online oleh Kemenlu AS.
Dalam laporan tersebut, Kementerian Luar Negeri AS menyoroti kasus pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Kala itu Dewan Pengawas KPK pernah memberikan sanksi berat terhadap Lili Pintauli Siregar.
Hal itu karena Lili terbukti berhubungan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK, yakni Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. Dewan Pengawas KPK kala itu memutuskan, menjatuhkan sanksi berat terhadap Lili Pintauli Siregar berupa pemotongan gaji pokok sebesar 40 persen selama 12 bulan atau sebesar Rp 1,848 juta.
“Pada 30 Agustus, dewan pengawas komisi menetapkan bahwa Wakil Ketua Komisi Lili Pintauli Siregar bersalah atas pelanggaran etika dalam menangani kasus suap yang melibatkan Wali Kota Tanjung Balai, M Syahrial. Dewan memutuskan Siregar memiliki kontak yang tidak pantas dengan subjek penyelidikan untuk keuntungan pribadinya sendiri dan memberlakukan pengurangan gaji satu tahun 40 persen untuk Siregar atas pelanggaran tersebut,” tulis laporan tersebut dikutip Jumat (15/4).
Sementara saat ini, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar juga kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena diduga menerima fasilitas berupa tiket menonton MotoGP Mandalika pada Grandstand Premium Zona A-Red dan penginapan di Amber Lombok Beach Resort dari PT Pertamina.
Selain itu, laporan tersebut juga menyoroti tentang tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap para pegawai KPK untuk beralih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Dalam laporan tersebut, Novel Baswedan bersama pegawai lainnya tidak lolos proses tersebut karena diduga sengaja disingkirkan.
“LSM dan media melaporkan bahwa tes itu adalah taktik untuk menyingkirkan penyidik tertentu, termasuk Novel Baswedan, penyidik terkemuka yang memimpin kasus yang berujung pada pemenjaraan Ketua DPR dan yang terluka dalam serangan asam yang dilakukan oleh dua petugas polisi. Pada 30 September, komisi memecat 57 dari 75 yang gagal dalam ujian,” tulisnya.
Masih dalam laporan itu, koordinasi antara penegak hukum yang berwenang mengusut kasus korupsi tidak konsisten. Misalnya KPK tidak berwenang untuk mengusut jika ada anggota TNI yang melakukan dugaan korupsi.
“Koordinasi dengan unit angkatan bersenjata tidak ada. KPK tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki anggota militer, juga tidak memiliki yurisdiksi dalam kasus-kasus di mana kerugian negara bernilai kurang dari Rp 1 miliar,” kata laporan itu.
Editor : Estu Suryowati
Reporter : Gunawan Wibisono
Credit: Source link