DENPASAR, BALIPOST.com – Pascawabah African Swene Fever (ASF) yang menyerang ternak babi membuat populasi terganggu. Saat ini populasi baru sekitar 60 persen dari kondisi normal.
Meski demikian, kebutuhan masyarakat akan daging babi dipastikan tercukupi. Sebab serapan belum tinggi dampak dari pandemi COVID-19 yang menganggu perekonomian masyarakat.
Hal tersebut terungkap dalam Dialog Merah Putih yang digelar Kelompok Media Bali Post, Sabtu (4/6) bertempat di Warung 63 Denpasar. Acara ini menghadirkan Ketua Gabungan Usaha Peternak Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa dan Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Anak Agung Istri Inten WIradewi sebagai narasumber.
AA Istri memaparkan, beberapa tahun terakhir ini, peternak babi banyak mengalami cobaan. Mulai dari ASF yang mematikan banyak ternak, selanjutnya pandemi COVID-19 termasuk saat ini penyakit kuku dan mulut (PMK) pada ternak.
Wabah ASF dikatakannya, membuat populasi babi di Bali turun drastis. Dari 790 ribu ekor pada tahun 2019 menjadi 390 ribu ekor pada tahun 2020. “Sekarang sudah lebih baik. Sudah 60 persen dari kondisi normal,” ungkapnya.
Ia menyebutkan populasi babi di Bali cepat kembali naik dikarenakan adanya peran masyarakat yang disiplin menerapkan bio security ketat pada ternaknya. Hal ini mampu menekan penyebaran virus dan kematian ternak.
Terkait dengan ketersediaan babi jelang Galungan dan Kuningan ini, ia mengatakan, aman. Berdasarkan data yang dimiliki, kebutuhan babi pada saat Hari Raya Galungan dan Kuningan sekitar 17.326 ekor. Sementara populasi babi siap potong saat ini mencapai 41.999 ekor.
Sementara itu, Ketua GUPBI Bali I Ketut Hari Suyasa, mengatakan, Bali dan Manado menjadi wilayah populasi ternak babi terbanyak di Indonesia. Demikian Bali bergerak lebih cepat dalam pemulihan dari ASF. “Medan lebih awal terdampak (ASF), belum pulih. Kami apresiasi kepada Kabid Keswan,” ujarnya.
Ia mengungkapkan Bali menguasai 90 persen pasar di Jakarta. Setiap minggunya Bali mengirim 3 ribu ekor babi ke luar pulau.
Namun, potensi tersebut didapatkan oleh peternak besar. Sementara peternakan rakyat masih belum mendapatkan harga bagus yang saat ini mash berkisar Rp38.000 hingga Rp39.000 per kilogram berat kotor. “Hari raya pun belum membuat harga babi di tingkat peternak bagus,” ungkapnya.
Ia mengatakan hendaknya harga babi bisa mencapai Rp45.000 di peternak. Untuk itu, dia pun mengusulkan sistem mepatung masal baik bagi instansi pemerintahan dan swasta bisa diterapkan pada momen hari raya seperti saat ini. Hal ini akan membantu memberi harga bagus bagi peternak dan masyarakat mendapatkan harga daging yang terjangkau. (kmb/balipost)
Credit: Source link