Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan
Jakarta, Jurnas.com – Kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi yang dilakukan MenkumHAM Yasonna Laoly sudah tepat, cermat dan melalui pertimbangan yang cukup matang. Dimana, kebijakan tersebut diambil atas dasar kemanusiaan.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, menanggapi gugatan aktivis hukum yang tergabung dalam kelompok masyarakat sipil atas kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi oleh Menkumham, melalui pesan singkatnya, Jakarta, Selasa (28/4).
Arteria mengatakan, kebijakan Menkumham tersebut sudah melalui prosedur dan pertimbangan yang matang. Sebab, kebijakan itu telah dibicarakan dan disetujui dalam rapat kerja antara Kemenkumham dengan Komisi III DPR.
“Jadi tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa sejak awal kebijakan tersebut diambil tidak melalui pertimbangan yang matang dan cenderung transaksional. Saya malah menanyakan dan minta kepada yang mengatakan untuk membuktikannya,” kata Arteria.
Arteria menegaskan, kebijakan tersebut diambil murni karena alasan kemanusiaan ketika negara sedang dalam kondisi darurat virus Corona. Mengingat, Lapas/Rutan tidak mampu memberikan sarana dan prasarana kedaruratan kesehatan yang memadai saat pandemi Covid-19.
“Ini kebijakan publik yang sudah disepakati bersama, jadi jangan sembarang bicara apalagi kalau menggiring opini publik seolah mengesankan bahwa kebijakan tersebut diambil atas dasar transaksional. Itu fitnah besar,” tegas politikus PDI Perjuangan itu.
Semestinya, kata Arteria, publik pahami tanpa berprasangka mengapa kebijakan tersebut diambil, besar mana manfaat dan mudharatnya. Sebab, kondisi lapas dan karakteristik warga binaan yang sangat tidak mungkin untuk dilakukan social distancing atau physical distancing dalam kondisi over capacity yang terjadi di hampir sebagian besar Lapas dan Rutan.
“Seandainya ada yang terpapar, maka dengan begitu mudahnya menularkan kepada warga binaan lainnya, dan kalau itu terjadi Menkumham dan Kalapas lagi yang disalahkan atau mungkin saja akan mentrigger kerusuhan dalam lapas,” katanya.
“Makanya bijaklah, pahami keadaan negeri mu dan rakyat mu. Jangan bicara yang ideal disaat kebijakan diambil tidak dalam keadaan ideal. Apalagi kalau dilihat dari 37.000 yang mendapat asimilasi, kan hanya sebagian kecil yang mengulangi tindak pidana,” terang Arteria.
Meski demikian, Arteria menghormati dan menghargai upaya hukum yang dilakukan sejumlah aktivis hukum yang menggugat kebijakan pelepasan narapidana melalui program asimilasi dan integrasi oleh Menkumham Yasonna Laoly ke Pengadilan Negeri Surakarta, dikarenakan mereka menimbulkan keresahan dan melakukan tindak pidana di tengah-tengah masyarakat.
“Itu kan hak mereka, dan kanalnya tepat, namun kita juga harus menghormati proses peradilan yang akan berlangsung dan tidak perlu mengumbar polemik di ruang publik,” demikian Arteria.
Seperti diketahui Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia menggugat kebijakan pembebasan napi lewat program asimilasi dan integrasi. Selaku tergugat ialah kepala Rutan Surakarta, kepala Kanwil Kemenkumham Jateng, dan Menkumham.
Ketua Umum Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997 Boyamin Saiman mengatakan bahwa gugatan itu sudah didaftarkan di PN Surakarta, Kamis (23/4).
“Telah dilakukan gugatan perdata terkait kontroversi kebijakan pelepasan napi (asimilasi oleh Menkumham) di mana para napi yang telah dilepas sebagian melakukan kejahatan lagi dan menimbulkan keresahan pada saat pandemi corona,” kata Boyamin, Minggu (26/4).
TAGS : Virus Corona Warta DPR Komisi III DPR Menkumham Perangi
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin