Ilustrasi Kartu Prakerja
Jakarta, Jurnas.com – Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati melontarkan kritik tajamnya kepada pemerintah mengenai Kartu Prakerja. Menurutnya, jumlah dana sebesar Rp 5,6 triliun yang digelontorkan Pemerintah untuk menjalankan program kartu prakerja cukup besar. Kebijakan ini juga tengah menuai pro dan kontra di masyarakat.
“Dengan biaya kursus yang tidak main-main, sebesar Rp 5,6 triliun. Saya sebut ini bisa menjadi bom waktu,” kata Anis di hadapan Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK dan Direktur Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Rapat Kerja Komisi XI DPR RI secara virtual, Selasa (28/4).
Sesuai penjelasan Menkeu, setiap peserta kartu prakerja mendapat paket bantuan senilai Rp 3,55 juta. Paket bantuan itu terdiri dari bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta, lalu insentif pasca pelatihan sebesar Rp 2,4 juta atau Rp 600.000 per bulan untuk empat bulan, serta insentif pengisian survei kebekerjaan dengan nilai total Rp150.000 (3x mengisi survey).
Bentuk bantuan pelatihan sebesar Rp 1 juta itu adalah, peserta membeli video pelatihan online yang disediakan oleh lembaga penyedia pelatihan yang telah ditunjuk Pemerintah, kemudian peserta mengikuti pelatihan, dan setelahnya peserta diberi sertifikat digital.
“Kartu Prakerja akan lebih menguntungkan bagi lembaga penyedia pelatihan ketimbang para pesertanya. Terlebih lagi, berbagai pelatihan yang disediakan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja itu, tak jauh berbeda dengan video yang ada di YouTube,” tukas Anis.
Padahal, tambah dia, pelatihan yang diberikan oleh lembaga penyedia Kartu Prakerja tersebut berbayar. Sementara, video yang ada di YouTube dapat disaksikan secara gratis.
Efektivitas bentuk kegiatan inilah yang menjadi persoalan. Sebab menurutnya, saat ini yang dibutuhkan masyarakat bukan pelatihan. Jika pelatihan offline saja banyak dilaporkan tidak efektif, apalagi pelatihan online yang belum tentu difahami dan dikuasai dengan baik oleh masyarakat. Ditambah lagi, setelah pelatihan, tak ada jaminan bagi para peserta kartu prakerja itu akan mendapatkan pekerjaan.
Selain bentuk kegiatan yang tidak efektif ini, Anis juga mempertanyakan penggunaan jasa 8 digital platform yang menyediakan bahan serta pelaksana pelatihan dengan memakan anggaran yang sangat besar. Sebesar Rp 5,6 triliun dari keseluruhan Rp 20 triliun program prakerja yang dialokasikan pemerintah dari keseluruhan anggaran penanganan pandemik virus corona yang sebesar Rp 405,1 triliun.
Politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mendesak agar anggaran Kartu Prakerja sebesar Rp 5,6 triliun itu dialihkan untuk bantuan sosial untuk jutaan para pekerja yang terkena PHK. Saat ini sudah banyak korban pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat Covid-19.
“Yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah bantuan sosial bagi jutaan pekerja yang terkena PHK, korban dampak pandemic Covid-19,” tegas legislator daerah pemilihan DKI Jakarta tersebut.
Selanjutnya pihaknya juga mengingatkan, Pemerintah telah memiliki perangkat di Kementerian Ketenagakerjaan yaitu Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) yang memiliki pengalaman memadai untuk menjalankan program pembinaan, pelatihan dan produktivitas. Kemenaker juga memiliki data yang akurat tertang pekerja dan data ter-PHK secara nasional.
Sehingga sangat efektif jika program ini diserahkan secara penuh kepada Kemenaker. Akurasi data merupakan hal lain yang disoroti Anis. Ia meminta pemerintah untuk terus melakukan update data dan memperhatikan akurasinya untuk meminimalisir risiko salah sasaran BLT.
“Perbaiki akurasi data kelompok rentan agar dalam implementasi Jaring Pengaman Sosial (Social Safety Net) tidak menimbulkan konflik sosial dan kecemburuan sosial di level bawah,” pungkasnya.
TAGS : Warta DPR Komisi XI DPR Kartu Prakerja
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/71496/Komisi-XI-DPR-Kartu-Prakerja-Bisa-jadi-Bom-Waktu/