JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah mendelegitimasi perjanjian bisnis antarperusahaan dalam menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming, terkait kasus dugaan suap pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Sebelumnya, dalam jawaban tertulis di sidang praperadilan yang diajukan Maming, KPK menganggap perjanjian bisnis empat perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming sebagai pintu masuk suap.
“Padahal, transaksi bisnis antara empat perusahaan itu dengan PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) adalah murni bisnis,” kata anggota tim kuasa hukum Mardani Maming, dari Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum PBNU, Abdul Qadir dalam keterangannya, Senin (25/7).
Menurut Abdul Qodir, dua dari empat perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming berdiri sebelum PT PCN mendapatkan pelimpahan IUP pada 16 Mei 2011. PT Angsana Terminal Utama (PT ATU) berdiri pada 21 Februari 2011 dan PT Batulicin Enam Sembilan (PT BES) pada 18 Maret 2003. Dua perusahaan lainnya, yakni PT Trans Surya Perkasa (PT TSP) dan PT Permata Abadi Raya (PT PAR) masing-masing berdiri pada 2014 dan 2015.
“PT PCN bahkan baru masuk sebagai investor di PT ATU, yang mengelola pelabuhan batu bara, pada April 2012,” ujar Abdul Qodir.
Abdul Qodir memandang, KPK sebenarnya mengakui ada perjanjian formal di antara keempat perusahaan dengan PT PCN. Bahkan, setiapkali memerinci transaksi keuangan antarperusahaan, KPK menyebut semua didasarkan pada perjanjian antarperusahaan.
Namun, KPK memang berkukuh perjanjian kerja sama formal itu hanya bungkus untuk menampung aliran uang suap yang diberikan oleh Almarhum Henry Soetio sebagai Direktur PT PCN kepada Mardani Maming. KPK mencatat total uang lebih daripada Rp 104 miliar.
Dia menyebut, tak ada satu pun catatan yang menunjukkan nama Mardani Maming sebagai penerima. “Jadi, seluruhnya memang transaksi antarperusahaan, business to business.Oleh karena itu, bagi kami, ini upaya mendelegitimasi perjanjian bisnis,” cetus Abdul Qodri.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Denny Indrayana, mengatakan keterangan ahli dari KPK Yunus Husein, justru memperkuat bahwa perkara Mardani Maming murni bisnis semata. Itu karena transaksi keempat perusahaan tersebut didasarkan atas bisnis pengelolaan pelabuhan batu bara, perjanjian formal dan menggunakan rekening perusahaan.
“Nanti akan kami buktikan bahwa ini memang transaksi bisnis karena dicatat, tidak dalam bentuk tunai, dan jelas siapa yang menerimanya,” ucap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM itu menandaskan.
Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri sebelumnya menegaskan, kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait izin pertambangan di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, murni penegakan hukum. Dia memastikan, tidak ada unsur bisnis dalam perkara itu.
“Kami tegaskan bahwa tidak ada kepentingan lain, selain murni penegakan hukum,” tegas Ali beberapa waktu lalu.
Juru bicara KPK bidang penindakan ini menyatakan, para tersangka dalam perkara ini terjerat berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup. Karena itu, KPK memastikan semua proses hukum sudah sesuai dengan aturan.
Selain itu, KPK juga menyayangkan tim kuasa hukum Mardani Maming memainkan opini dalam melakukan upaya hukum praperadilan.
“Kami menyayangkan adanya pihak-pihak yang mencoba menggiring opini substansi perkara ini tanpa berdasarkan argumentasi hukum yang tepat,” ujar Ali.
Oleh karena itu, KPK meminta kepada tim kuasa hukum Mardani Maming untuk tidak sembarang melontarkan pernyataan. Argumentasinya itu diharapkan bisa dibuktikan dalam langkah praperadilan di pengadilan.
“Sama-sama kita ikuti uji keabsahan syarat formil proses penyidikan perkara ini di depan persidangan yang terbuka untuk umum dimaksud,” pungkas Ali.
Editor : Kuswandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link