JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, hakim yustisial atau panitera pengganti kamar perdata pada Mahkamah Agung (MA) menerima suap senilai Rp 3,7 miliar. Penerimaan suap itu diduga terkait pengurusan perkara kasasi di MA.
Perkara dugaan suap pengurusan perkara ini merupakan pengembangan kasus yang sebelumnya menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan Gazalba Saleh. Termasuk 11 orang lainnya yang sudah menyandang status sebagai tersangka.
“Diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp 3,7 miliar kepada Edy Wibowo yang menjabat hakim yustisial sekaligus panitera pengganti MA,” kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (19/12).
Menurut Firli, penerimaan suap kepada Edy Wibowo melalui perantara dua PNS MA yakni Muhajir Habibie dan Albasri yang juga merupakan orang kepercayaan Edy Wibowo. Suap itu diduga terkait pengurusan kasasi Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar yakni Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melawan PT. Mulya Husada Jaya.
“Pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang di inginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit,” ucap Firli.
Tersangka Edy Wibowo disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Firli menegaskan, korupsi di sektor peradilan, telah mencederai marwah penegakkan hukum di Indonesia, maka KPK tidak berhenti hanya pada upaya penindakan saja. KPK terus melakukan upaya pencegahan melalui kajian dan pendidikan melalui pembekalan antikorupsi bagi para penegak hukum.
“Hal ini penting, guna mendukung perwujudan tata kelola peradilan yang transparan, akuntable, dan bersih dari praktik-praktik korupsi,” pungkas Firli.
Editor : Eko D. Ryandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link