JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons sejumlah pihak yang meminta agar Dewan Pengawas KPK tidak menggugurkan sidang kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri meminta tidak ada lagi pihak-pihak yang salah memahami kinerja Dewas KPK.
“Kami berharap tidak ada lagi pihak-pihak yang salah memahami tugas Dewas yang secara normatif sesungguhnya sudah jelas tertuang dalam UU,” kata Ali kepada wartawan, Rabu (13/7).
Ali menegaskan, tugas Dewas KPK sudah sangat jelas yaitu bukan masalah dugaan pidana yang dilakukan insan KPK, namun dugaan pelanggaran etik. Hal ini sebagaimana diatur dalam UU KPK Pasal 37 B huruf ayat 1 huruf e yang berbunyi, Dewas KPK bertugas menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan dan pegawai KPK.
Oleh karena itu, ketika sudah mundur sebagai pimpinan KPK maka terperiksa bukan lagi menjadi subjek persidangan dimaksud. Sehingga dugaan pelanggaran kode etik Lili terkait penerimaan gratifikasi tiket nonton MotoGP Mandalika tidak bisa lagi dilanjutkan.
“Dugaan perbuatan dilakukan pasti pada saat terperiksa sebagai bagian dari KPK, namun sesuai ketentuan pasal dimaksud sangat jelas bahwa ketika dilakukan persidangan terperiksa haruslah masih berstatus sebagai insan KPK. Baik itu pegawai, pimpinan, ataupun dewas itu sendiri,” tegas Ali.
Ali melanjutkan, KPK tak menginginkan penegakkan etik oleh Dewas KPK menabrak norma hukum, jika tetap melanjutkan sidang etik padahal Lili Pintauli tidak memenuhi unsur subjek persidangan. “Karena memang sudah bukan lagi berstatus insan komisi,” imbuh Ali.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya mendorong agar Dewas KPK segera melaporkan dan menyerahkan bukti-bukti dugaan penerimaan gratifikasi kegiatan MotoGP Mandalika yang diduga diterima oleh Lili Pintauli Siregar ke aparat penegak hukum. Lili kini telah mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2023.
“Perbuatan yang diduga dilakukan oleh saudari Lili bukan hanya berkaitan dengan pelanggaran etik, melainkan berpotensi memenuhi unsur tindak pidana korupsi, diantaranya suap atau gratifikasi. Jika itu tidak dilakukan, maka jangan salahkan masyarakat jika kemudian menuding Dewan Pengawas KPK sebagai barisan pelindung saudari Lili,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada JawaPos.com, Selasa (12/7) kemarin.
Selain itu, ICW juga mendesak agar jajaran Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Polri dan bagian tindak pidana khusus Kejaksaan Agung menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan tiket dan akomodasi kegiatan Moto GP Mandalika yang diduga diterima Lili.
“Penting juga ditekankan bahwa seluruh delik korupsi di dalam UU Tipikor merupakan delik biasa, bukan aduan. Jadi, aparat penegak hukum bisa bergerak sendiri tanpa harus menunggu aduan atau laporan masyarakat,” tegas Kurnia.
Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK mengugurkan sidang dugaan pelanggaran kode etik terhadap Lili Pintuali Siregar. Dewas KPK beralasan, Lili bukan lagi sebagai insan KPK lantaran sudah mengundurkan diri dari jabatan Wakil Ketua KPK.
“Menyatakan gugur sidang pelanggaran kode etik dan perilaku atas nama terperiksa Lili Pintauli Seregar dan menghentikan penyelenggaran sidang etik dimaksud,” ujar Ketua Majelis Etik, Tumpak Hatorangan Panggabean, saat menyimpulkan hasil sidang, Senin (11/7).
“Memerintahkan kepada sekretariat Dewas KPK untuk menyampaikan keputusan ini kepada dewan pengawas dan pimpinan KPK,” imbuh Tumpak.
Surat pengunduruan diri Lili pun telah diamini oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Surat Keputusan Presiden (Keppres). Hal ini disampaikan Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Faldo Maldini.
“Surat pengunduran diri Lili Pintauli Siregar telah diterima oleh Presiden Jokowi. Presiden Jokowi sudah menandatangani Keppres Pemberhentian LPS (Lili Pintauli Siregar),” ucap Faldo dikonfirmasi terpisah.
Menurut Faldo, penerbitan Keppres tersebut merupakan prosedur administrasi. Sehingga dalam waktu dekat, Lili tidak lagi bertugas sebagai Komisioner KPK.
“Penerbitan Keppres tersebut merupakan prosedur administrasi yang disyaratkan dalam Undang-Undang KPK,” pungkas Faldo.
Editor : Banu Adikara
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link