JawaPos.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menjadwalkan ulang mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna, Kamis (15/9) mendatang. Pemanggilan ulang ini dilakukan setelah Agus Supriatna mangkir dari pemanggilan lembaga antirasuah pada Kamis (8/9) lalu.
Keterangan Agus penting untuk melengkapi berkas penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AW-101.
“Informasi yang kami terima, tim penyidik sudah berkirim surat panggilan kedua kepada saksi Agus Supriatna, purnawirawan TNI untuk hadir pada hari Kamis (15/9) di Gedung Merah Putih KPK,” kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (13/9).
Oleh karena itu, KPK mengimbau Marsekal (Purn) TNI Agus Supriatna kooperatif dari pemanggilan tim penyidik KPK. Hal ini merupakan kewajiban hukum bagi setiap saksi yang dipanggil KPK.
“Kami meyakini, saksi dimaksud selaku warga negara yang baik akan taat memenuhi panggilan sebagai saksi oleh penegak hukum,” tegas Ali.
Menurut Ali, pemanggilan Agus Supriatna dilakukan tentu berdasarkan landasan hukum. Tentu sebagai kebutuhan proses penyidikan agar perbuatan tersangka dalam kasus ini menjadi jelas, sehingga perkara ini segera di bawa ke persidangan untuk memberikan kepastian hukum.
“Silakan hadir dan jelaskan di hadapan tim penyidik KPK jika memang merasa panggilan tidak sesuai dengan ketentuan UU,” ucap Ali.
Sebelumnya, KPK resmi menahan Direktur PT. Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh alias Jhon Irfan Kenway. Dia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadapaan helikopter AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.
Irfan menyandang status tersangka kasus dugaan korupsi heli AW-101 sejak 2017 atau lima tahun lalu. Irfan sebagai Direktur PT Dirgantara Jaya Mandiri bersama Lorenzo Pariani sebagai salah satu perusahaan AgustaWestland menemui Mohammad Syafei yang saat itu menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur, pada Mei 2015. Pertemuan itu membahas rencana pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU.
Irfan yang juga agen AgustaWestland diduga memberikan proposal harga kepada MS dengan mencantumkan harga heli AW-101 USD 56,4 juta per unit. Di mana harga pembelian yang disepakati IKS dan pihak AW untuk satu unit AW-101 senilai USD 39,3 juta atau setara kurang lebih Rp 514,5 miliar.
Sekitar November 2015, panitia pengadaan heli AW-101 VVIP/VIP mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung PT Dirgantara Jaya Mandiri sebagai pemenang proyek. Pemerintah kemudian meminta penundaan pengadaan heli AW-101 karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung.
Namun, pada 2016 pengadaan heli AW-101 kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp 738,9 miliar dengan metode lelang melalui pemilihan khusus yang diikuti dua perusahaan pengadaan.
Panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan Kurnia Saleh dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri kontrak pekerjaan. Harga penawaran yang diajukan Irfan Kurnia Saleh masih sama dengan harga penawaran pada 2015 senilai USD 56,4 juta dan disetujui oleh PPK.
Irfan juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan Fachri Adamy, selaku pejabat pembuat komitmen. Untuk persyaratan lelang yang hanya diikuti dua perusahaan, Irfan diduga menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya untuk mengikuti lelang ini yang disetujui PPK.
KPK menduga, Irfan Kurnia Saleh telah menerima pembayaran 100 persen. Padahal, faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak. Beberapa di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda.
Akibat perbuatan tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Editor : Kuswandi
Reporter : Muhammad Ridwan
Credit: Source link