JawaPos.com – Ada kenaikan tingkat penghunian kamar (TPK) alias okupansi hotel di Jawa Timur (Jatim) pada musim liburan Desember lalu. Namun, data yang dirilis BPS Jatim kemarin itu belum bisa membuat para pelaku industri perhotelan tersenyum.
Rata-rata okupansi hotel Jatim pada Desember lalu mencapai 47,7 persen. Jika dibandingkan November, kinerja hotel naik sebanyak 2,3 persen. Namun, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Dwi Cahyono mengatakan, angka tersebut jauh dari ekspektasi.
“Desember seharusnya kesempatan kami untuk menebus kerugian. Tapi, ternyata itu tak terjadi,” ungkapnya kepada Jawa Pos Senin (1/2).
Dwi memaparkan, rata-rata hotel membutuhkan 45 persen kamar terisi untuk bisa break even point alias balik modal. Sementara itu, okupansi hotel semenjak pandemi Covid-19 tidak pernah mencapai target. Subsidi dari pemerintah pun belum bisa membuat bisnis stabil.
Menurut Dwi, okupansi Januari tergerus kebijakan PPKM. Jika direrata, okupansi Januari hanya 15–20 persen.
“Kalau PPKM diperpanjang lagi, kami jelas tidak akan kuat,” ujarnya.
Secara terpisah, Ketua Asosiasi Pariwisata (Asita) 1971 Jatim Nanik Sutaningtyas mengungkapkan hal yang sama. “Kalau hotel masih bisa kedatangan tamu bisnis. Tapi, kami benar-benar urusan leisure. Di mana-mana, curhatan yang saya dengar selalu tentang klien yang batalkan pemesanan,” ungkapnya.
Credit: Source link