JawaPos.com – Kementerian Agama (Kemenag) menargetkan satu juta sertifikasi halal tahun ini. Sasarannya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui skema deklarasi halal mandiri atau self declare.
Dirut Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muti Arintawati menilai angka itu cukup berat. Apalagi pelaksananya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menyasar pelaku UMKM. “Target 1 juta (sertifikasi halal) itu berat,” kata Muti dalam keterangannya Rabu (18/1).
Menurut Muti Arintawati, program deklarasi sertifikasi halal mandiri berbeda dengan sertifikasi halal reguler. Pada sistem sertifikasi halal reguler, pemilik usaha mendaftar ke BPJPH Kemenag. Kemudian mereka memilih lembaga pemeriksa halal (LPH). Apakah memilih LPH LPPOM-MUI atau LPH-LPH lainnya. Saat ini sudah ada beberapa LPH, meskipun yang terbanyak pelayanannya adalah LPPOM MUI.
Sedangkan proses deklarasi sertifikasi halal mandiri, si pelaku usaha tidak perlu mendaftar ke BPJPH seperti pada proses reguler. Mereka nanti didampingi oleh para pendamping halal di lapangan. Para pendamping itu yang melakukan pencatatan dan pemeriksaan sampai ditetapkan sertifikasi halalnya.
Meskipun deklarasi mandiri, sambung Muti, proses sertifikasi halal untuk pelaku UMKM tidak boleh sembarangan. Standar halal tidak boleh berkurang. “Halal itu harus 100 persen halal. Tidak bisa 99,99 persen halal,” katanya. Untuk memudahkan proses sertifikasi halal mandiri, pelaku UMKM sebaiknya menggunakan produk-produk yang sudah tersertifikasi halal.
Contohnya untuk penjual ayam goreng. Sebaiknya, menggunakan ayam yang dipotong di rumah potong hewan (RPH) yang sudah bersertifikat halal. Kemudian menggunakan minyak goreng serta bahan baku lain yang sudah berlabel halal. Jadi, ketika dilakukan pengecekan oleh pendamping halal bisa lebih cepat mendapatkan sertifikat halal.
Saat diskusi bersama sejumlah awak media di Jakarta pada Selasa (17/1) Muti juga menyampaikan ketentuan sertifikasi halal untuk produk waralaba. Seperti diketahui belakangan lagi booming es krim waralaba yang belum memiliki sertifikat halal. Produk es krim waralaba itu sempat memicu polemik karena memasang logo seolah-olah sudah memiliki sertifikat halal.
“Untuk yang sistem waralaba atau franchise, pendaftaran sertifikat halal dilakukan untuk tiap-tiap gerai, toko, atau warung. Jadi tidak boleh dilakukan oleh induk pemilik merek atau brand-nya saja.
Editor : Ilham Safutra
Reporter : Hilmi Setiawan
Credit: Source link