Selamat tahun baru, parents! Ah, senangnya bisa ketemu lagi sama mama-papa di 2022. Oh iya, apa rencana mom yang sudah ditulis buat tahun ini? Mengenalkan anak dengan menyusun rencana itu banyak sekali manfaatnya, lho.
—
SUDAH capek-capek buat rencana, eh kok amburadul. Gimana dong? Tenang. Tidak masalah ketika rencana yang sudah disusun anak, tapi malah berantakan atau tidak terealisasikan, biarkan saja. Agustina Twinky menuturkan, rencana yang gagal bukan bencana besar kok.
Menurut pendiri Sebaya Riang itu, mengajari anak untuk menyusun rencana bisa dimulai saat usia balita. Bahkan, lanjut dia, ketika anak usia batita pun bisa. Namun, caranya saja berbeda. Misalnya, anak sudah memasuki usia sekolah. Anak telah bisa menulis, maka parents dapat menyusun rencana bareng anak dengan ditulis.
Twinky mengungkapkan, sebetulnya orang tua tanpa disadari mengenalkan anak dengan merencanakan sesuatu sejak dini. Salah satu contohnya adalah menentukan bekal apa yang ingin dibawa anak ke sekolah. ’’Saat malam, anak ditanya. Besok adik mau bawa apa? Bawa snack yang di kulkas, Ma. Oke, adik besok jangan lupa ambil snack-nya sebelum berangkat,’’ paparnya.
Berbeda lagi saat anak sudah masuk ke sekolah. Twinky menyebutkan, tanggung jawab anak bertambah. Rencana yang disusun makin bervariatif. Salah satunya, pekerjaan rumah dari sekolah. ’’Kapan mau mengerjakan PR dari ibu gurunya. Jam berapa mau tidur supaya besok bangun pagi,’’ ucapnya.
Ketika menyusun rencana, mom perlu ikut memperhatikan. Rencana apa saja yang disusun anak. Ternyata, rencananya terlalu banyak dan kecil kemungkinan bisa direalisasikan. Mama bisa memantau dulu saja. Tidak perlu dihentikan. Anak diarahkan untuk memberikan level. Dari semua rencana itu, rencana mana yang paling mudah dan sulit. Lalu, apa kendala yang akan dihadapi anak dari rencana paling sulit itu.
Masih Perlu Pendampingan Orang Tua
SEBETULNYA, apa fungsi dari merealisasikan rencana? Neuroparenting practitioner Aning Rahmawati menuturkan, orang tua memiliki fungsi sebagai seorang coach atau mentor untuk mendampingi anak. Orang tua perlu mendampingi anak sampai rencananya terealisasi. Apalagi jika membiasakan menyusun rencana yang diterapkan kepada anak usia 5–9 tahun. ”Sesungguhnya, kita sebagai orang tua sedang memberikan pengalaman belajar kepada anak. Pengalaman belajar itu bisa sukses dan tidak sukses,” tuturnya.
Aning menilai, pengalaman belajar menjadi hal yang fundamental bagi anak. Dia menyebutkan, dalam otak ada proses pembentukan mielin. Semakin anak mendapatkan pengalaman belajar, gagal atau sukses, semakin tebal mielinnya. Artinya, pengalaman belajarnya semakin kuat.
Kebiasaan membuat planning dilakukan Rachma. Di kamar putri semata wayangnya, Angeline, tersedia papan putih yang rutin diisi keduanya setiap malam. Di samping kiri papan ada nomor 1 sampai 3. ”Ada tiga rencana yang harus diisi Angelin. Isinya apa? Aktivitas yang mau dilakukan Angeline besoknya,” tuturnya.
Credit: Source link