JawaPos.com–Beredar informasi bahwa Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker) akan mengancam eksistensi pesantren. Bahkan membuka peluang pemidanaan ulama dan atau kiai pengasuh pondok tradisional.
Menanggapi itu, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi memastikan bahwa hal tersebut tidak benar. Sebab, penyelenggaraan pesantren diatur oleh UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Sehingga, masalah pendirian pesantren merujuk pada UU tersebut dan tidak ada aturan tentang sanksi pidana di dalamnya.
”Pemerintah punya UU tersendiri yang mengatur pesantren. Sehingga, penyelenggaraan pesantren merujuk pada UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. Tidak ada sanksi pidana,” tegas Fachrul Razi melalui keterangan resmi pada Selasa (1/9).
Dia menerangkan, UU tersebut bersifat lex specialis yang menyatakan bahwa hukum tersebut bersifat khusus dengan mengesampingkan hukum bersifat umum.
Terkait pendirian, pasal 6 UU 18/2019 mengatur bahwa pesantren didirikan perseorangan, yayasan, organisasi masyarakat Islam, dan/atau masyarakat. Pendirian pesantren wajib berkomitmen mengamalkan nilai Islam rahmatan lil ‘alamin dan berdasar Pancasila, UUD 1945, serta Bhinneka Tunggal Ika.
Pesantren juga harus memenuhi unsur-unsur, kiai, santri yang bermukim di pesantren, pondok atau asrama, masjid atau musala, dan kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin.
”Jika persyaratan itu sudah terpenuhi, pesantren memberitahukan keberadaannya kepada kepala desa atau sebutan lain sesuai dengan domisili pesantren. Selanjutnya, penyelenggara mendaftarkan keberadaan pesantren kepada menteri. Jika semua syarat terpenuhi, menteri agama memberikan izin terdaftar dalam bentuk surat keterangan terdaftar atau SKT,” tutur Fachrul Razi.
Namun, meskipun izin dikeluarkan, proses pengajuan pendaftaran tidak harus langsung ke kemenag pusat di Jakarta, melainkan dilakukan berjenjang melalui kanwil kemenag provinsi.
”Proses pengajuan izin pesantren melalui kanwil kemenag akan diatur dalam peraturan menteri agama yang saat ini tengah difinalisasi. RPMA tidak mengatur sanksi pidana. Bagi pesantren yang menyalahi komitmen pendiriannya, sebagaimana diatur dalam pasal 6 UU Pesantren, akan dicabut SKT-nya,” kata Fachrul Razi.
Sebagai informasi, pandangan atas RUU Ciptaker itu didasarkan pada rencana perubahan pasal 62 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas yang mencabut kewenangan perizinan dari pemerintah daerah. Dalam pasal 62 RUU Ciptaker disebutkan bahwa penyelenggaraan satuan pendidikan formal dan nonformal yang diselenggarakan masyarakat wajib memenuhi perizinan berusaha dari pemerintah pusat. Sedangkan pasal 71 mengatur bahwa penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa izin, bisa dipidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1 miliar.
Saksikan video menarik berikut ini:
Editor : Latu Ratri Mubyarsah
Reporter : Saifan Zaking
Credit: Source link