JawaPos.com – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menyebutkan empat tantangan pemerintah dalam menurunkan angka pengangguran di Indonesia. Pertama, pengangguran di Indonesia yang mengalami “Hopeless of Job” atau yang merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan itu sangat tinggi.
Ia menyebut, dari total 8,4 juta orang pengangguran terdapat 33,45 persen atau 2,8 juta orang yang mengalami “Hopeless of Job”. Dari total 2,8 juta orang pengangguran yang mengalami situasi “Hopeless of Job” tersebut sekitar 76,90 persen berpendidikan lulusan SMP ke bawah.
“Karena tingkat pendidikannya yang rendah mereka tidak memiliki harapan untuk memiliki pekerjaan. Hal ini mengindikasikan mereka kehilangan harapan karena tingkat pendidikan mereka tidak mampu untuk masuk di pasar kerja, baik tingkat pendidikan rendah dan miskinnya kompetensi mereka,” kata Ida Fauziyah dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan di Daerah (Forkompimda), di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/1).
Lalu, tantangan kedua, yaitu meningkatkan penciptaan lapangan kerja khususnya sektor formal seiring dengan bonus demografi yang meningkatkan jumlah angkatan kerja dan potensi resesi ekonomi global pada tahun 2023.
Selain itu, kata Ida, pengangguran yang berstatus sedang mempersiapkan usaha hanya 2,27 persen. Hal ini menunjukkan relatif sulitnya mentransformasikan pengangguran menjadi wirausaha yang dapat membuka kapangan kerja.
“Ketiga, nilai budaya kerja baru. Generas Y dan Z yang masuk ke dalam pasar kerja telah membawa nilai-nilai budaya kerja yang baru misalnya nilai-nilai work life balance, pekerjaan yang bermakna, dan worktainment,” jelasnya.
Ida juga membeberkan, bahwa saaat ini generasi Y dan Z lebih senang remote working, bekerja dengan menggabungkan antara kesenangan dan pekerjaan.
“Kemudian yang paling terakhir bahkan mereka membuat petisi untuk kembali Work From Home (WFH) itu cukup tinggi. Pengalaman pandemi Covid-19 menjadi habit baru bagi mereka dan mereka membuat petisi untuk membuat WFH,” imbuhnya.
Adapun tantangan penurunan angka pengangguran yang keempat, yaitu risiko mismatched atau ketidaksesuaian antara supply and demand akibat digitalisasi.
Menurutnta, digitalisasi mendorong perubahan permintaan keterampilan kerja, pola hubungan kerja serta tempat dan waktu bekerja yang menjadi makin fleksibel.
Meski demikian, Menaker mengungkapkan kunci untuk mengatasi pengangguran di pasar kerja yakni menciptakan pasar tenaga kerja yang inklusif.
“Kemnaker telah membuat kebijakan Active Labour Market Policy (AMLP) untuk menciptakan pasar kerja yang inklusif dan penurunan pengangguran,” pungkasnya.
Editor : Eko D. Ryandi
Reporter : R. Nurul Fitriana Putri
Credit: Source link