Logo PSI
Jakarta, Jurnas.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Surabaya laksana bayi ajaib. Partai baru itu berhasil meraih empat kursi di Parlemen Kota.
PSI mengalahkan partai-partai lain yang lebih lama, sebut saja NasDem, PAN, dan PPP. Bahkan Partai Hanura, Perindo, Berkarya, Garuda, dan PBB tidak mendapatkan kursi sama sekali.
Pujian pun membanjiri Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) PSI Surabaya, Puji Kurniasari. Di bawah kepemimpinannya, PSI Kota Pahlawan menjelma menjadi partai yang disegani.
“Tak mudah memang membawa partai kemarin sore berhasil menempatkan empat pejuang politiknya di kursi dewan terhormat, tapi politisi wanita asal Wonosari Lor itu berhasil,” ujar MP Purba, seorang wartawan yang kerap nongkrong di kantor PSI.
PSI kini berada dalam pusaran ajang Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya tahun 2020. Pemilihan Legislatif 2019 lalu, PSI sudah terbukti sukses meraup irisan yang tak dilirik partai-partai lain: milenial dan “swing voters.”
Dan tentu saja, bukan sekadar milenial dan massa mengambang, partai binaan Jeffrie Geovanie itu sukses membangkitkan kejenuhan masyarakat Surabaya pada jargon partai politik (parpol) sebelum-sebelumnya.
Bersihkan Citra Buruk Parpo
Citra parpol-parpol memang sudah lama terjun bebas. Salah satu alasannya, banyak kader mereka masuk penjara gara-gara korupsi.
Mereka dinilai rakus, tidak amanah, dan mengkhianati kepercayaan rakyat. Padahal selama kampanye, semua politisi mengaku anti korupsi dan anti “money politics.”
Mungkin itulah pemicu masyarakat jadi tak percaya pada politisi, termasuk pada parpolnya.
Lalu PSI datang dengan penampilan dan gagasan yang berbeda. Partai nasionalis pimpinan Grace Natalie itu tampak lebih segar, bersih, dan cerdas.
Parpol baru ini menghindari perdebatan tentang agama dan LGBT. Grace Natalie beserta Bro dan Sis-nya lebih suka menyasar praktik korupsi dan intoleransi yang menjangkiti masyarakat.
Perjuangkan Isu Publik
Partai ini juga menyorot problema pelayanan publik yang tampak belum maksimal di sana-sini. “Stand point” partai yang mengaku terbuka dan progresif itu jelas. Sasarannya yang dituju pun tak buram: milenial dan massa mengambang (terutama kaum nasionalis).
Visi PSI tampak seksi di tingkat nasional, terutama di tengah warga Indonesia yang berdiaspora di negeri-negeri lain, juga di masyarakat kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Lihat saja, terbukti dalam pemilu lalu PSI mendapat 8 kursi di Jakarta dan 4 kursi di DPRD Kota Surabaya. Itu prestasi luar biasa bagi partai baru.
Merujuk pada kesuksesan di Jakarta dan Kota Pahlawan itulah, keberadaan PSI layak diperhitungkan dalam kontestasi Pilwali Surabaya 2020.
Peta politik Surabaya menjelang Pilwali 2020 memang masih cair. Wali Kota Tri Rismaharini secara aturan memang tidak bisa lagi dicalonkan. Ia sudah menjabat selama 2 periode. Di internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sendiri belum tampak figur yang setenar atau prestasinya segemerlap Risma.
Hanya Basuki Tjahaya Purnama dan Ganjar Pranowo yang bisa kalahkan popularitas Wali Kota terbaik di Indonesia itu.
Begitu juga Partai Golkar, PKB, Gerindra, PKS, Demokrat, NasDem, PAN, dan PPP. Semuanya belum tampak memiliki kader yang tingkat elektabilitasnya bisa saingi Risma. Kondisi di PSI tak jauh beda.
Dhimas Anugrah Jagoan PSI
Hanya saja, PSI punya Dhimas Anugrah. Partai baru itu diuntungkan oleh melejitnya nama Dhimas di bursa Pilwali Surabaya sejak medio 2019 lalu. Dia belum sepopuler figur-figur lama, namun di kalangan kader PSI ia sangat populer.
Dhimas salah satu calon legislatif (DPR RI) yang paling rajin blusukan. Di masa kampanye, hampir tiap hari laman medsosnya penuh gambar kunjungannya ke kampung-kampung dan gang-gang kecil di Surabaya yang panas. Kesaksian kawan-kawannya di PSI, Dhimas berkampanye hampir setiap hari tanpa lelah.
Gaya bahasanya santun. Dia bisa berbicara dengan siapa saja, dari para profesor hingga orang-orang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Ia juga juga tidak membeda-bedakan ras maupun agama. Begitu kata para sahabatnya.
Banyak kader PSI mendorong Dhimas Anugrah menjadi Calon Wali Kota ataupun Calon Wakil Wali Kota Surabaya. Termasuk tokoh muda NU Mamang Haerudin juga mendukungnya maju meneruskan kepemimpinan Wali Kota Risma. Mereka sadar kapasitas arek asli Dinoyo Surabaya itu.
Cara Dhimas berkomunikasi massa dalam kampanye terbuka mengundang decak kagum. Pengetahuannya luas. Orangnya tenang. Teman-teman dekatnya bersaksi dia juga orang yang saleh.
Seorang wartawan senior memuji sosok Dhimas Anugrah mengingatkannya pada figur Emil Dardak, Sang Wakil Gubernur Jawa Timur. Tokoh muda cerdas lulusan luar negeri. Dhimas Anugrah adalah penerima beasiswa S3 di Oxford, Inggris. Jelas ia seorang muda jenius.
Sebagai pria, Dhimas Anugrah tipe seorang yang bertanggung-jawab. Ia pekerja keras. Karirnya dimulai dari bawah. Dia pernah berjualan beras, menjadi sopir kantor demi membiayai kuliahnya, hingga sang waktu sukses mengantarkannya menjadi “managing director” di sebuah perusahaan rekaman.
Lihat saja, bagaimana ia berbicara tentang problem dan potensi kota Surabaya. Tegas, jelas, dan mendarat, Ia seorang visioner yang realistis.
Pula, Dhimas tak puas dengan kualitas jalanan protokol di Surabaya yang menurutnya masih banyak yang bergelombang.
Mimpinya, kota Surabaya bisa seperti Singapura atau London, kondisi jalannya mulus. Di Surabaya jalan protokol masih banyak yang tidak rata.
Imajinasi Dhimas jauh melanglang buana, mimpinya untuk Surabaya indah. Seindah gaya permainan pianonya yang jazzy.
Dhimas Anugrah juga bergelora ingin menggarap wisata kota Surabaya. Walau alam Ibu Kota Jatim ini tak seindah Danau Toba, atau Bali, tapi menurutnya Surabaya bisa mengelola situs sejarah, bangunan tua, tata kota, dan kekayaan kulinernya.
Sekali lagi, demi mengembangkan potensi wisata ini, pria yang gemar memasak itu merujuk pada sukses kota London dan Singapura.
Kembali lagi ke PSI. Mereka punya modal empat kursi di DPRD Kota Surabaya, sedangkan untuk bisa mengusung calon minimal harus sepuluh kursi.
Jadi, PSI mutlak berkoalisi supaya bisa penuhi syarat mengusung calonnya sendiri. Dhimas Anugrah, menurut banyak kader PSI, paling pantas duduk sebagai Calon Wakil Wali Kota.
Wartawan Senior mengatakan, misalkan jadi Cawawali, Dhimas Anugrah cocok dipasangkan dengan semua Cawali. Entah itu yang berlatar politisi, birokrat, maupun kiai. Dhimas bisa tampil sebagai sosok milenial yang cerdas dan berwawasan luas. Kurang lebih mirip pasangan Khofifah Indar Parawansa – Emil Dardak ketika maju di Pilgub Jatim tahun 2018.
Titik pijak PSI yang terbuka untuk semua golongan, kecuali radikalis agama dan komunis, membuat partai itu niscaya diterima publik Surabaya yang terkenal moderat dan nasionalis.
Undangan-undangan pertemuan tertutup dari para pengusaha kaya kepada Dhimas dalam enam bulan terakhir mengindikasikan Dhimas Anugrah takkan menemui kesulitan dana kampanye. Itu jika dia benar-benar terjun ke Pilwali 2020.
Sampai sekarang, Dhimas masih diam seribu bahasa terkait pencalonannya di Pilwali. Apakah ini strategi PSI? Ataukah Dhimas hanya sekadar ingin mempromosikan nama partainya agar melejit dalam pusaran warta kontestasi suksesi Wali Kota, sementara ia sendiri takkan terjun? Masih samar memang.
Apa lagi, pria penggemar soto ayam Lamongan itu belum kunjung mendaftar di konvensi yang diadakan partainya.
Semoga saja segera ada titik terang mengenai arah politik PSI di Pilwali Surabaya. Apapun yang terjadi, Surabaya butuh pemimpin yang cakap dan sanggup membawa kota ini lebih hebat.
Surabaya butuh PSI untuk bersinergi dengan parpol-parpol lain menjadikan Surabaya lebih apik, lebih indah, dan mendunia.
TAGS : Partai Solidaritas Indonesia Pilwali Kota Surabaya
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/60832/Menanti-Kejutan-PSI-Jelang-Pilwali-Surabaya-2020/