JawaPos.com – Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR) telah menyelesaikan Sidang Paripurna DPR RI ke-26 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022, pada Kamis (30/6). Salah satu agenda yang dibahas dalam sidang tersebut yakni Pokok-pokok Keterangan Pemerintah mengenai Rancangan Undang-undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) TA 2021 atau RUU P2 APBN.
Sebelum menjelaskan Pokok–Pokok Keterangan Pemerintah mengenai RUU P2 APBN TA 2021, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mewakili pemerintah menyampaikan kembali pelaksanaan APBN sepanjang tahun 2021. Pemerintah melanjutkan kebijakan APBN yang fleksibel dan responsif selama 2021 sebagai respons terhadap ancaman dan ketidakpastian yang disebabkan oleh Covid-19.
Sri Mulyani menjelaskan, APBN TA 2021 masih harus bekerja keras khususnya dalam menangani gelombang varian Delta yang muncul pada akhir Juni hingga Agustus 2021. Pada saat terjadi lonjakan kasus yang ekstrem, pemerintah menerapkan kebijakan PPKM Darurat di sebagian besar wilayah NKRI.
“Untuk merespons dan mengantisipasi dampak varian Delta tersebut, pemerintah menaikkan alokasi Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) menjadi Rp 744,8 triliun atau meningkat 7,1 persen dibanding 2020 Rp 695,2 triliun,” papar Sri Mulyani.
Peningkatan alokasi ini merupakan bagian dari respons APBN untuk mengurangi tekanan yang terjadi pada masyarakat dan dunia usaha. Anggaran kesehatan ditingkatkan untuk menangani dampak pada sektor kesehatan yang cukup berat.
Selain itu, belanja perlindungan sosial juga diperluas dan diperpanjang periode penyalurannya untuk menjangkau masyarakat paling rentan agar tetap mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Pemerintah juga memberikan stimulus fiskal bagi dunia usaha sekaligus menjaga stabilitas sistem keuangan.
“Dengan berbagai upaya kebijakan tersebut, ekonomi Indonesia tahun 2021 dapat tumbuh 3,69 persen. Sebuah capaian yang sangat baik di tengah situasi yang penuh tantangan. Level PDB riil tahun 2021 bahkan sudah melebihi level masa pre-pandemi di tahun 2019 (PDB 2021 mencapai 101,6 persen dibanding PDB Indonesia sebelum pandemi),” ungkap Ani, sapaan Sri Mulyani.
Kinerja ini merupakan capaian yang tidak banyak dicapai negara di dunia. Pada 2021, banyak negara yang PDB-nya belum kembali ke level pre-pandemi, seperti Perancis (98,4 persen), Jerman (97,5 persen), Inggris (96,4 persen), Malaysia (96,4 persen), dan Filipina (95,5 persen).
“Jadi, bagi Indonesia yang sudah mencapai pre-pandemi level dalam waktu yang begitu singkat, itu merupakan suatu capaian, dan itu karena APBN 2021,” tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Lebih lanjut, Ani menuturkan, pemulihan ekonomi Indonesia tahun 2021 juga terjadi secara inklusif. Hal tersebut tecermin dari berbagai indikator kesejahteraan.
Pertama, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 7,07 persen menjadi 6,49 persen. Kedua, tingkat ketimpangan (rasio gini) menurun dari 0,385 menjadi 0,381.
Ketiga, angka kemiskinan menurun dari 10,19 persen menjadi 9,71 persen. Keempat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) meningkat dari 71,94 menjadi 72,29.
“Hal ini menunjukkan bahwa APBN tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, namun perbaikan kualitas SDM dan faktor inklusivitas menjadi sangat penting,” ucapnya.
Credit: Source link