Diakusi Digital Culture Syndicate (DCS)
Jakarta, Jurnas.com – Pengamat Kebijakan Publik dari The Prakarsa, Ah Maftuchan mengingatkan agar Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G Plate benar-benar mengutamakan program pengembangan infrastruktur teknologi komunikasi informasi.
Pasalnya, kata Maftuchan, teknologi komunikasi informasi sangat vital dalam pengembangan ekonomi digital nasional yang akhirnya dapat menunjang kesejahteraan rakyat.
“Pengembangan akses data/internet yang baik akan menuntaskan ketertinggalan infrastruktur information and communication technologies (ICT), menciptakan pemerataan layanan internet dan menurunkan kesenjangan ekonomi dan akses informasi di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Maftuchan dalam diskusi Digital Culture Syndicate (DCS) di Cikini, Jakarta, Selasa (12/11/2019).
Kata Maftuchan, optimalisasi frekuensi dapat menciptakan ketersediaan tarif akses internet yang terjangkau dan murah.
“Karena itu, frekuensi broadband harus dioptimalkan pemanfaatannya agar frekuensi tidak menjadi ‘lahan tidur’ karena dikuasai oleh operator tetapi tidak dimanfaatkan,” tegasnya.
Pada kesempatan sama, Pengamat Kebijakan Pajak, Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menyebut pemanfaatan BWA sejauh ini masih kurang bagus. Buktinya, operator BWA berguguran satu per satu, hingga akhirnya sampai dengan tahun 2019 hanya tersisa tiga operator saja, yaitu Berca, Telkom, dan Indosat M2.
Kata Yustinus, bergugurannya para operator BWA mengakibatkan hilangnya kesempatan penciptaan lapangan kerja, gagalnya penguatan UMKM dan gagalnya ambisi penciptaan digital startup/bisnis aplikasi kelas dunia. Bahkan konektivitas menjadi buruk dan pengembangan industri telekomunikasi domestik pun ikut jeblok.
“Kondisi ini jelas akan menghilangkan potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dapat menambah pundi-pundi keuangan negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” jelas Yustinus Prastowo.
Yustinus menyebut, perusahaan telekomunikasi pemegang lisensi frekuensi BWA 2300 MHz saat ini kurang optimal memanfaatkannya. Hal ini berdampak langsung pada hilangnya potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor telekomunikasi informasi.
“Sektor PNBP Kominfo terkena dampak langsung, akibat selama sepuluh tahun usia perizinannya, Kominfo hanya memperoleh 72% dari target PNBP BWA atau sekitar Rp 4.1 triliun,” katanya.
Jumlah tersebut, lanjut Yustinus, jauh lebih kecil nilainya apabila dibandingkan dengan pendapatan 2300 MHz yang diterima dari alokasi perizinan bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler yang mencapai 100%, yaitu dari Smartfren (sejak tahun 2014) atau senilai Rp 2.4 Trilyun dan dari Telkomsel (sejak tahun 2017) sekitar Rp 4 Trilyun (termasuk Up Front Fee).
“Spektrum frekuensi radio merupakan sumberdaya terbatas dan strategis serta memiliki nilai keekonomisan yang tinggi. Oleh sebab itu harus dapat dirasakan manfaatnya secara optimal oleh masyarakat,” tambah Yustinus.
Secara lebih spesifik, ia menilai Kominfo harus mempertimbangkan bahwa lelang frekuensi BWA untuk periode 10 tahun ke depan harus mempertimbangkan upaya peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP secara lebih optimal.
“Di tengah ancaman resesi global, PNBP sangat penting kontribusinya sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Dana hasil lelang frekuensi dapat digunakan untuk mendukung pembiayaan program prioritas misalnya menutup defisit Jaminan Kesehatan Nasional – BPJS Kesehatan,” ungkapnya.
Secara prinsip, kata Yustinus, izin lisensi frekuensi Broadband Wireless Access 2300 – 2360 MHz yang saat ini masih under-used harus diakhiri untuk menuju pemanfaatan yang optimal sebanding dengan potensinya.
“Pemerintah harus segera bergerak untuk mengambil potensi yang ada di depan mata agar akses rakyat terhadap layanan data/internet murah dan cepat terpenuhi dan agar penerimaan negara bukan pajak dari sektor industri telekomunikasi tidak menguap,” cetus Yustinus.
Adapun pakar komunikasi dan telekomunikasi dari UGM Yogyakarta Dr Kuskridho Dodi Ambardhi, menilai pengusahaan atau pemanfaatan BWA yang tidak optimal dapat berdampak langsung bagi hak-hak rakyat di berbagai pelosok negeri.
Salah satu hal yang harus dijamin oleh negara saat ini, jelas Dodi, adalah adanya layanan internet berkecepatan tinggi secara merata di seluruh daerah.
Ia mengingatkan, akses data/internet saat ini sudah berkembang menjadi kebutuhan dasar bagi warga, dan sudah menjadi bagian langsung kehidupan masyarakat kecil.
“Kominfo perlu mempersiapkan penataan ulang pita frekuensi dengan mempertimbangkan agenda prioritas Presiden Jokowi dalam pengembangan start-up nasional,” jelasnya.
Lelang frekuensi BWA misalnya, Dodi menilai perlu mempertimbangkan operator yang terbukti berkomitmen membangun pemanfaatan frekuensi broadband secara optimal, efektif, dan efisien.
TAGS : Menkominfo Frekuensi Penerimaan Negara
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/62326/Menkominfo-Didorong-Prioritaskan-Pemanfaatan-Frekuensi/