Meramu Sukses Perusahaan Jamu di Tengah Pandemi COVID-19

Ari Yuniarso. (BP/Istimewa)

Oleh Ari Yuniarso dan Totok Sugiharto

Keanekaragaman sumber daya hayati di Indonesia dalam hal tanaman herbal dapat disebut sangat lengkap. Tanaman herbal tumbuh sangat subur dan dapat dijadikan untuk bahan baku medis.

Melalui pengolahan dengan menggunakan ramuan dan teknologi yang tepat guna, maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengobatan pelengkap dan alternatif. Hal ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara dengan sumber pengobatan herbal terbaik.

Beberapa bisnis jamu di Indonesia pada masa berlangsungnya pandemi Covid-19 malah berjaya dalam hal penjualan. Khasiat dari jamu yang digunakan untuk memperkuat daya tahan tubuh menjadi salah satu faktor utama yang dicari oleh pelanggan dimasa pandemi seperti sekarang ini.

Produk-produk herbal yang cukup terkenal seperti halnya lemon sereh, kunyit asem, kopi jahe, temulawak, wedang jahe, teh jahe, tolak angin, dan produk sejenisnya seringkali habis terbeli oleh pelanggan, serta tidak sedikit pula pelanggan yang menanyakan kapan persediaan di toko kembali ada. Sejalan dengan ketidakpastian kapan pandemi Covid-19 akan berakhir dan untuk tetap menjaga hasil kinerja para pelaku bisnis industri jamu, maka penulis melihat perlu adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya :

Tantangan di Masa Depan
Persaingan di industri farmasi dan jamu tentunya semakin ketat di masa yang akan datang, karena kebutuhan akan produk-produk kesehatan bagi orang-orang yang ingin hidup sehat. Oleh karenanya, akan ada pergeseran permintaan atau preferensi pelanggan yang beralih ke produk-produk kesehatan tersebut, sehingga para pengusaha jamu harus terus berinovasi dalam memproduksi obat-obatan dan suplemen herbal.

Inovasi, penerapan ilmu dan teknologi juga perlu dioptimalkan agar pemanfaatan pengobatan tradisional ini tetap mampu memberikan manfaat kesehatan kepada penggunanya. Perhatian atas kualitas produk menjadi hal yang penting, mengingat produk obat dan suplemen herbal seperti jamu telah sangat dikenal dan diperkenalkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi sebagai salah satu warisan budaya.

Inovasi
Perusahaan bisnis yang menghasilkan sebuah produk, di dalam kegiatan operasinya tentu memerlukan adanya kreatifitas dan inovasi dalam menghasilkan peningkatan kinerja. Menurut Anissa Dea Widiarini (2020), inovasi adalah sebuah konsep, mengacu pada proses yang dilakukan individu atau perusahaan dalam membuat konsep produk, cara dan ide baru.

Tujuannya adalah mengembangkan atau memberi warna baru untuk produk, cara, atau ide yang telah ada sebelumnya. Hal ini dapat diartikan bahwa para perusahaan produsen jamu tentunya memahami apa yang dilakukan oleh para pemain di pasar, dari bagaimana cara bersaing secara sehat, serta memberikan kontribusi agar pelanggan mendapatkan nilai yang lebih baik dari produk yang dijual.

Pada prakteknya inovasi memainkan peran yang strategis dan penting dalam dunia bisnis, dari mulai proses produksi sampai dengan menciptakan nilai yang diinginkan dan dirasakan oleh pelanggan serta menciptakan efisiensi dalam rantai pasok sebuah layanan. Mengembangkan strategi inovasi secara berkesinambungan sangat diperlukan dengan tujuan untuk mendorong tercapainya nilai pelanggan didalamnya.

Mengintegrasikan produk dengan teknologi, adalah salah satu yang dapat menghasilkan pengalaman inovatif yang dapat dirasakan hasilnya. Inovasi pada dunia bisnis harus dilakukan secara terus menerus, tidak hanya pada sebuah produk dan atau layanan, tetapi juga termasuk bagaimana inovasi di dalam interaksi antara produk dan pelanggan, mengingat pelanggan akan membeli dan menggunakan produk dari hasil inovasi tersebut apabila sudah teruji dan biasanya melalui tahapan lolos uji sertifikasi.

Strategi Pemasaran dan Distribusi
Ketatnya persaingan pasar di industri jamu, tentunya membuat masing-masing pemain memiliki strategi pemasaran dan distribusi yang beragam. Promosi dengan cara penjualan langsung juga dilakukan agar dapat memberikan penjelasan akan manfaat produk dan mengajak pelanggan untuk secara langsung merasakan manfaatnya.

Produk jamu juga perlu memanfaatkan dan memperluas jaringan pemasar dan penjualan seperti halnya kiat mereka dalam menggaet beberapa influencer untuk turut mempromosikan produk. Di saat pandemi Covid-19 melanda dan diberlakukannya pembatasan sosial di sejumlah daerah turut mempengaruhi hasil kinerja dari penjualan dan juga dari suplai serta logistik produksi ke jaringan distribusi, sementara permintaan dari pelanggan terus meningkat.

Oleh karenanya untuk dapat  memenuhi permintaan pelanggan dan mempertahankan hasil kinerja, banyak perusahaan jamu sudah mulai memanfaatkan platform pasar modern untuk distribusinya. Dengan cara ini diharapkan dapat mempertahankan kontribusi penjualan diantaranya meningkatkan pendapatan penjualan yang dilakukan melalui platform e-commerce.

Penggunaan beberapa platform aplikasi online juga dirasakan sangat membantu pelanggan untuk melakukan eksplorasi, memilih dan memesan produk, serta melakukan transaksi secara nyaman dan aman, serta dapat mendorong interaksi yang lebih baik antara perusahaan dengan pelanggan.

Menciptakan dan Meningkatkan Nilai Pelanggan
“Pembeli adalah Raja” adalah benar adanya, karena pelangganlah yang akan membuat sebuah usaha tetap eksis dan tumbuh berkelanjutan. Untuk itu perusahaan haruslah tetap memperhatikan harapan dan persepsi dari pelanggannya secara terus menerus.

Salah satu indikator pelanggan yang loyal kepada produk perusahaan adalah pelanggan tersebut menyampaikan hal-hal positif tentang keunggulan produk dan perusahaan kepada orang lain, serta memberikan testimoni yang baik atau ulasan terkait pengalaman yang pernah didapatkannya dan menyarankan kepada orang lain untuk membeli atau menggunakan produk yang telah mereka gunakan.

Untuk menciptakan pelanggan yang loyal, perusahaan harus menciptakan apa yang disebut sebagai customer value (nilai pelanggan), dengan cara memberikan kepercayaan, pelayanan, dan kenyamanan serta pengalaman berharga yang mengesankan kepada para pelanggan.

Customer Value (nilai pelanggan) menurut Ziethaml dan Betner (2000), terdiri dari empat faktor, yaitu : Value is Low Price (harga yang murah), Value is Everything, I want in a service (segala sesuatu yang diinginkan pelanggan dalam produk atau jasa), Value is the quality, I get for the price I pay (kualitas yang diterima pelanggan dari harga yang dibayarkan), dan Value is all that I get from all that I give (apa yang diperoleh pelanggan dari apa yang diberikan).

Menurut definisi nilai pelanggan di atas, maka para produsen jamu diharapkan dapat menciptakan dan meningkatkan nilai pelanggan serta meningkatkan loyalitas pelanggan dengan memahami apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pelanggan (Customer needs and wants). Melalui produksi dan distribusi produk-produk yang inovatif serta berkualitas, yang dilakukan dengan terus-menerus, maka pelanggan akan mendapatkan manfaat dalam mengkomsumsi produk tersebut secara efisien (Cost to Customer).

Perusahaan juga harus mampu menyediakan sarana komunikasi secara baik untuk secara proaktif menyampaikan pesan, menerima masukan (harapan) dan membuat persepsi pelanggan menjadi lebih baik (Communication to Customer). Terakhir, diperlukannya ide-ide kreatif dan inovatif, sehingga proses distribusi produk mampu menciptakan kenyamanan dan kemudahan dalam segala hal, terutama dalam informasi, bertransaksi, dan memberikan layanan yang lebih baik (Convenience to Customer).

Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi, Konsentrasi Manajemen Jasa, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia dan Dosen Tamu Program Doktor Ilmu Ekonomi, Konsentrasi Manajemen Jasa, Universitas Trisakti, Jakarta, Indonesia.

Credit: Source link