JawaPos.com – Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok. Tak hanya sebagai tempat tinggal. Tapi juga menjadi aset investasi jangka panjang. Sebab, harganya yang selalu naik.
Namun, generasi milenial dianggap kesulitan membeli rumah pertama mereka. Biaya hidup yang tak seimbang dengan pendapatan membuat mereka kesulitan membeli rumah. Namun, jika menunda bakal semakin tak terkejar. Mengingat, kenaikan harga rumah lebih cepat ketimbang kenaikan gaji.
Imbasnya, prioritas pegawai atau karyawan muda saat ini adalah menikmati hidup. Lebih memilih traveling, kuliner, dan party.
CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai, prioritas tersebut merupakan bentuk frustrasi generasi milenial lantaran harga properti yang terlalu tinggi. Bukan mereka tidak mau beli properti. “Beli properti butuh Rp 500 juta, sedangkan traveling atau kuliner mungkin Rp 50 juta saja cukup,” ungkapnya kepada Jawa Pos, Selasa (7/2).
Padahal, dalam memenuhi kebutuhan untuk traveling setidaknya mereka butuh untuk menabung. Berkisar Rp 2 juta sampai Rp 5 juta per bulan. Jika dipertimbangkan lagi, dengan menyisihkan uang sejumlah itu, generasi milenial sudah bisa punya rumah. Misalnya lewat program Rent to Own yang dikembangkan Bank PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).
Program tersebut memugkinkan nasabah menyewa rumah terlebih dulu untuk kemudian diubah menjadi hak milik. Dengan skema sewa yang lebih rendah dari cicilan. Nah, setelah pernjanjian sewa itu selesai dan telah memenuhi nilai kesepakatan hak milik, maka bisa dilanjutkan dengan kredit pemilikan kredit (KPR).
“Jadi program ini mengakomodir milenial yang belum memiliki daya cicil tapi punya daya sewa. Dan ketika sewa sudah selesai, properti bisa menjadi hak milik atau aset,” jelas Ali.
Cara itu menjadi jawaban soal kalau hanya sewa terus tapi tanpa ada ikatan harus membeli, uangnya habis buat sewa. Nah, dengan Rent to Own BTN, biaya sewa ini bisa diperhitungkan bank sebagai uang muka atau cicilan.
“Dari situ bank juga bisa menilai kemampuan dan kelayakan nasabah untuk KPR. Jika itu disisihkan sebagian, padahal mereka bisa beli rumah,” imbuhnya.
Ke depan, pegawai atau karyawan milenial akan berkeluarga. Mau tidak mau, mereka dihadapkan dengan kondisi membutuhkan hunian. Sebagai tempat tinggal dan berkumpul bersama keluarga kecil. Bahkan, bisa menjadi aset warisan kepada anak dalam jangka panjang.
Menurut Ali, edukasi ini yang belum sampai ke kelompok milenial. Nantinya, mereka yang sudah punya properti dan yang tidak pasti berbeda tingkat kesejahteraannya. Terutama ketika sudah berkeluarga. Jika belum punya rumah, bisa jadi masalah.
Penting bagi BTN menggandeng komunitas-komunitas anak muda. Bisa melalui diskusi, sosialisasi, maupun edukasi. Artinya, perbankan harus menciptakan komunikasi dengan pasar.
Ali mengatakan, skema Rent to Own BTN sangat baik untuk dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Termasuk sektor informal sambil menunggu tabungan dan kemampuan yang lebih bankable. Perlu untuk membangun kerja sama berbasis kelompok. Melalui, organisasi dan koperasi untuk sektor informal dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Bahkan, perusahaan nasional, decacorn, unicorn, maupun instansi pemerintah yang dihuni banyak pegawai atau karyawan milenial. Dengan begitu pasar akan lebih luas.
Dia menambahkan, backlog perumahan Indonesia didominasi oleh MBR. Kelompok tersebut memiliki daya beli yang rendah. Meski, tidak semua milenial adalah MBR. Tapi juga tidak sedikit generasi milenial yang tergolong MBR. Artinya, dengan skema Rent to Own ibarat sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.
“Kami meyakini program Rent to Own sangat bisa menekan angka backlog perumahan Indonesia yang mencapai 12,71 juta unit,” harapnya.
Arif Julianto, seorang karyawan swasta di Jakarta, merasakan manfaat dari kerja sama perusahaannya dengan BTN. Terutama, untuk memenuhi kebutuhan para pegawai memiliki hunian idaman. “Segala urusan diberi kemudahan. Mulai dari administrasi, cek slip gaji, sampai akad,” katanya.
Selain itu, cicilan perumahan cukup terjangkau. Tak terlalu menguras kantong. Pria asal Jakarta itu menyebut, BTN memberi penyesuaian KPR yang masuk akal dengan kemampuan dirinya membayar angsuran. Alhasil, Arif sudah mempunyai rumah pertamanya di usia 26 tahun.
Real Estate Indonesia (REI) mendukung program Rent to Own, skema pembiayaan menyewa untuk kemudian memilikinya. Program tersebut cocok untuk para pekerja muda yang memilih unit apartemen maupun rumah tapak. Sehingga memperluas jangkauan pembiayaan perumahan bagi pekerja industri dan sektor informal.
Dengan skema biaya sewa sebagai tabungan tentu akan memudahkan. Nasabah tidak terlalu merasa terbebani. “Hanya saja di sisi lain bank juga perlu komitmen bersama. Untuk memerhatikan kemampuan orang itu bisa melanjutkan setelah rent kolektabilitasnya bisa beli atau tidak. Harus hati-hati,” ucap Ketua Umum REI Totok Lusida.
Menjawab kebutuhan itu, Direktur Consumer Bank BTN Hirwandi memahami generasi muda saat ini lebih memilih untuk menyewa daripada membeli rumah. Alasannya beragam. Belum punya uang muka atau down payment, belum mampu beli rumah dekat lingkungan kerja, dan jika memilih rumah dengan harga murah memiliki konsekuensi jauh dari kantor mereka bekerja
Program Rent to Own menjawab itu. Menggunakan mekanisme sewa dalam jangka waktu tertentu. Kemudian, diberikan pilihan untuk memiliki rumah dengan KPR di masa akhir sewa. Uang sewa yang dibayarkan setiap bulan sekaligus dialokasikan sebagai tabungan untuk pembelian rumah.
“Skema Rent to Own melatih mereka untuk membayar cicilan secara teratur dan akan menjadi penilaian dalam pemberian KPR setelah masa sewa selesai,” kata Hirwandi.
Bank spesialis perumahan itu menggandeng dua Rent To Own Provider (RTO Provider) yaitu CicilSewa dan TapHomes. Keduanya sudah memiliki kerjasama dengan banyak developer, memiliki infrastruktur yang memadai, fitur yang menarik dan memudahkan konsumen untuk memiliki rumah idamannya. Kolaborasi itu sekaligus merupakan wujud komitmen Bank BTN dalam membangun ekosistem perumahan digital dan sebagai one stop shopping untuk perumahan.
Proses untuk mengajukan KPR BTN Rent To Own, jelas Hirwandi, calon konsumen memilih rumah yang terkualifikasi oleh RTO Provider. Kemudian membayar uang muka mulai dari 5 persen. RTO Provider dan calon konsumen melakukan perjanjian sewa dengan opsi pembelian sesuai harga yang telah disetujui di awal.
Setelah itu, konsumen memasuki masa sewa dan membayar sewa bulanan yang mencakup tabungan uang muka. Ketika sudah memiliki tabungan uang muka sebesar 10 persen, konsumen dapat mengajukan KPR BTN Rent To Own.
“Namun jika konsumen memilih untuk tidak melanjutkan masa tinggal, RTO Provider menjual rumah dan konsumen mendapatkan pengembalian sebesar persentase tertentu dari tabungan,” ujarnya.
Hirwandi menuturkan, persyaratan debitur untuk mengajukan KPR Rent To Own antara lain berusia minimal 21 tahun atau sudah menikah dan berpenghasilan tetap sebagai pegawai. “Bagi wiraswasta dan profesional, jika penghasilannya cukup dan menjamin kelancaran angsuran selama jangka waktu kredit dengan pengalaman kerja atau usaha minimal satu tahun. Mengingat, suku bunga kredit KPR BTN Rent To Own sama dengan KPR Non Subsidi,” tandasnya.
Bank BTN telah menyiapkan enam usulan langkah strategis mendukung target pemerintah memenuhi kebutuhan rumah layak huni masyarakat Indonesia pada 2045 atau zero backlog perumahan. Direktur Utama Bank BTN Haru Koesmahargyo mengatakan, usulan tersebut diracik agar kebutuhan rumah rakyat terpenuhi. Namun, bisa mengurangi penggunaan anggaran negara dan memaksimalkan pemakaian dana di luar milik negara. Peluang di sektor perumahan masih sangat besar untuk dikembangkan.
Menurut dia, butuh tambahan pasokan lebih dari 14 juta unit untuk memenuhi zero backlog perumahan. Sehingga, memerlukan sumber pendanaan yang stabil. “Kami berupaya dengan beberapa usulan. Yakni skema baru KPR FLPP (kredit pemilikan rumah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan), skema baru KPR SSB (subsidi selisih bunga), Rent to Own untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) Informal, KPR dengan skema Staircasing Shared Ownership, penetapan imbal jasa penjaminan (IJP), dan pengalihan dana subsidi uang muka ke pembayaran pajak pembeli,” jelas Haru.
Credit: Source link