JawaPos.com – Kebijakan Presiden Jokowi melarang ekspor crude palm oil (CPO) mendapatkan apresiasi. Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI) Kris Widjoyo Soepandji menilai kebijakan moratorium ekspor minyak sawit mentah alias CPO tepat dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan sekaligus menstabilkan harga minyak goreng yang melambung tinggi.
Kris mengatakan, kelangkaan minyak goreng domestik sejatinya memang dipicu oleh kenaikan harga-harga komoditas termasuk CPO dalam pasar global sebagai ekses konflik Ukraina-Rusia. Sebagai pemasok utama CPO global, para produsen di Indonesia melihat ini sebagai menambah jumlah ekspor. Namun disayangkan, sejumlah produsen justru memanfaatkan momentum ini dengan sengaja melanggar kewajiban pasokan domestiknya atau domestic market obligation (DMO).
Alih-alih memenuhi kewajiban pasokan CPO domestik, sebagai bahan baku utama minyak goreng, sejumlah produsen tersebut malah menggenjot ekspor CPO melebihi kuota yang ditetapkan. Ini menjadi biang keladi kelangkaan sekaligus yang mengerek harga minyak goreng dalam negeri.
Sebagai catatan, Kejaksaan Agung telah menetapkan adanya dugaan suap atas izin ekspor CPO tersebut, empat tersangka telah ditetapkan: Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan IWW, Manager Corporate Affair Permata Hijau Group SMA, Komisaris Wilmar Nabati Indonesia MPT, dan General Manager Musim Mas PTS.
Di tengah situasi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng, langkah pemerintah melarang ekspor CPO dan produk turunannya dinilai Kris menjadi aksi intervensi agar pasar minyak goreng domestik stabil dengan memprioritaskan pasokan CPO di dalam negeri, mengukuhkan kehadiran pemerintah untuk kepentingan rakyat banyak.
“Langkah yang diambil pemerintah sudah tepat karena hal ini merupakan bagian dari intervensi kebijakan terhadap pasar yang situasinya dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri. Dengan mengusahakan agar CPO dan produk turunannya seperti minyak goreng tetap terjangkau, diharapkan stabilitas dalam negeri dapat terjaga, apalagi Indonesia masih mengalami perbaikan ekonomi akibat pandemi,” sambungnya.
Di sisi lain, Kris juga menyebut langkah ini membuktikan bahwa pemerintah memiliki keberpihakan sekaligus prioritas yang tinggi terhadap kepentingan masyarakatnya di tengah dinamika global.
Secara terpisah, Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza juga sepakat pemberlakuan kebijakan moratorium ekspor CPO dan produk turunannya sudah tepat, dan menjadi bukti pemerintah memiliki kedaulatan dalam mengambil kebijakan.
“Kami mendukung kebijakan tersebut, karena untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional. Kebijakan ini juga sudah sesuai dengan usulan kami di Komisi VI kepada Kementerian Perdagangan sebelumnya. Secara kebijakan sudah tepat,” ungkap Faisol.
Faisol juga menambahkan Komisi VI juga akan terus memantau dan mengawasi implementasi serta efektivitas kebijakan moratorium ini. Ia menyebut akan mulai melakukan evaluasi secara berkala saat DPR RI memasuki masa sidang pada 17 Mei 2022.
Proses penyusunan kebijakan domestik Indonesia tidak bisa sepenuhnya bebas dari pengaruh dinamika yang terjadi di tingkatan global. Namun demikian, sikap tegas pemerintah yang memprioritaskan kepentingan rakyat adalah bentuk kedaulatan dan refleksi perlindungan kepentingan nasional. Kehadiran pemerintah dalam menetapkan moratorium ekspor CPO juga diharapkan konsisten dalam proses pengambilan keputusan strategis lainnya yang memprioritaskan kepentingan rakyat dan nasional.
Editor : Dhimas Ginanjar
Reporter : Ilham Dwi Ridlo Wancoko
Credit: Source link