JawaPos.com – Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengkritisi program sertifikasi Dai berjudul Kompetensi Penceramah yang akan diluncurkan oleh Kementerian Agama RI. Wacana program tersebut telah bergulir setidaknya sejak tahun 2015 dan terus ditolak oleh berbagai ormas besar di Indonesia, seperti, MUI, Muhammadiyah, NU dan Ikatan Dai Indonesia (Ikadi).
HNW mempertanyakan kebijakan Menag yang hendak melanjutkan program kontroversial tersebut, sekalipun dengan beberapa perubahan. Apalagi, rencana itu akan dilaksanakan di tengah kekecewaan warga dan umat terhadap berbagai kebijakan pemerintah seperti tes wawasan kebangsaan KPK dan pembatalan pemberangkatan jamaah haji Indonesia oleh Kemenag. Juga, belum maksimalnya capaian program prioritas Kemenag seperti jumlah formasi PPPK untuk guru agama dan sertifikasi guru dan dosen agama. Juga penanggulangan dampak Covid-19 di pondok pesantren dan sekolah di bawah kewenangan Kemenag.
“Wacana program sertifikasi dai yang kembali digulirkan Kementerian Agama ini menambah luka umat Islam yang telah dibuat kecewa dengan pembatalan haji sepihak oleh pemerintah. Menag harusnya memahami kondisi tak kondusif itu, dan menghentikan wacana program kontroversial ini,” kata Hidayat, Senin (7/6).
HNW menjelaskan, program sertifikasi dai layak ditolak karena diskriminatif. Program ini hanya ditujukan bagi penceramah agama Islam. Padahal, dalam pengangkatannya sebagai Menteri Agama baru, Gus Yaqut menyatakan dirinya akan menjadi Menteri bagi semua agama. Karena itu HNW berharap, Menag menjalankan ucapannya, dan tidak mengarahkan program sertifikasi, hanya kepada penceramah agama Islam saja.
HNW juga mendesak agar rencana tersebut tidak dilanjutkan bukan hanya kepada penceramah agama Islam, tetapi agama-agama lainnya. “Lebih baik Menteri Agama fokus melaksanakan program-program utama di Kemenag, dan mengejar target-target program prioritas yang belum terlaksana. Seperti, peningkatan jumlah formasi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di lingkungan Kemenag, revitalisasi Kantor Urusan Agama, dan sertifikasi guru dan dosen,” ujarnya.
Ia juga berharap, Menag Yaqut terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat. Khususnya, ormas-ormas Islam besar di Indonesia seperti MUI, Muhammadiyah, dan NU. Apalagi, dalam pernyataan terbarunya Sekjen MUI menolak program sertifikasi dai lantaran maksud dan manfaat program tersebut tidak jelas. Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga menolak karena penceramah agama pada dasarnya beraktivitas lepas dan tidak dibiayai oleh negara. Sedangkan Wasekjen PBNU meminta Kemenag tidak mengurusi paham keagamaan orang. Apalagi, beberapa tokoh non muslim sebelumnya juga sudah sempat mengeluarkan penolakan terhadap wacana lama yang dinilai diskriminatif ini.
“Menag Yaqut harusnya mampu mendengar kritik dan saran dari Ulama dan Ormas Islam. Jangan seperti pendahulunya yang diganti oleh Presiden Jokowi. Wacana sertifikasi dai lebih baik segera disudahi dan fokus program prioritas, agar umat tak makin kecewa, dan Kemenag bisa hadirkan program-program yang manfaatnya dirasakan betul oleh semua Umat Beragama di Indonesia,” pungkas Hidayat.
Credit: Source link