golkar
Jakarta – Posisi Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar diujung tanduk. Perkara dugaan korupsi proyek e-KTP yang menjeratnya jadi `pasien` KPK mengusik tampuh kekuasannya selaku orang nomor wahid di partai berlambang pohon beringin.
Sejumlah pihak, baik di internal dan ekternal mendorong digelarnya Munaslub Partai Golkar. Perhelatan itu diyakini menjadi solusi atas `melorotnya` elektabilitas Partai lantaran persoalan hukum yang menedera Ketua DPR RI tersebut.
Dilain sisi, sejumlah kader telah siap `mencaplok` posisi Novanto. Beberapa kader sudah menyatakan kesiapannya mencalonkan diri sebagai pengganti Novanto. Selain Airlangga Hartato yang kini menjabat sebagai Menteri Perindustrian, nama lain yang disebut-sebut siap mencalonkan diri sebagai Ketum Golkar adalah Idrus Marham, Titiek Soeharto, dan Aziz Syamsuddin.
“Saya sudah mendapat konfirmasi selain Airlangga Hartato, pak Aziz Syamsuddin juga saya dengan mau maju jadi Caketum PG, bu Titiek Soeharto juga bilang mau maju, dan pak istus sudah mengatakan,” kata Ketua DPD Partai Golkar Provinsi NTT, Melki Laka Lena, di Cikini, Jakarta, Sabtu (2/12/2017).
Dari nama-nama itu, Melki belum bisa menakar sosok yang paling berpotensi menjadi Ketum dan `menyelamatkan` Golkar. Sebab, kata Melki, dinamika terus berjalan.
“Kalau itu saya belum bisa pastikan. Yang pasti dinamika ini kan terus berjalan. Kalau itu tentu menjadi keinginan publik partai Golkar yang punya suara, DPD I, DPD II, dan ormas-ormas PG, dan mendengarkan dari para senior, sesepuh dan tentu pemerintah. Kita juga melihat dari aspek keinginan publik mellaui survei dan para pengamat,” ujar dia.
“Yang pasti begini, tadi sampaikan di PG pemilihan itu bisa berlangsung baik itu musyawarah mufakat untuk satu nama atau bisa saja mungkin ada pemilihan. Yang pasti dari PG itu memberikan aturan main bahwa menjadi caketum Golkar harus mendapatkan 30 persen suara,” ditambahkan Melki.
DPD I NTT, kata Melki, sedari awal setuju digelarnya Munaslub. Bahkan, sebut Melki, Munaslub adalah sebuah keniscaayaan.
“Cuma cara kita menuju ke sana itu beda-beda. Kalau kami mengikuti putusan pleno DPP Partai Golkar,” tegas Melki.
Tak berbeda dengan Melki, politikus senior Golkar, Happy Bone Zulkarnain juga sepakat digelarnya Munaslub. Bone meyakini Munaslub menjadi `pintu` untuk menyelesaikan persoalan yang menyebabkan elektabilitas Partai Golkar terus menurun.
“Karena itu, kita mau tidak mau harus memilih nahkoda baru, dengan memilih nahkoda baru ini insalllah akan menjadi recovery yang luar biasa,” ungkap dia.
“Kalau ada permintaan 2/3 DPD untuk mengadakan munaslub berarti ada situasi yang ngga normal kan, ada kegentingan yang memakasan, karena ada kegentingan yang memaksa maka bukan Munas namanya tapi munaslub. Sekarang 2/3 DPD sebagai stake holdermendesak supaya diadakan munaslub maka naamanya munaslub,” ditambahkan Happy Bone Zulkarnain.
Lebih lanjut dikatakan Bone, harus ada parameter yang musti diperhitungkan bagi mereka yang akan mencalonkan diri sebagai Ketum. Di antara parameter itu mulai dari track record, ada persoalan hukum atau tidak, profesionalsme, kemampuan personal, hingga jaringan. “Saya melihat ya Airlangga Hartato,” tutur dia.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Ichsan Firdaus juga menilai Airlangga merupakan sosok yang tepat dan mumpuni menggantikan Novanto menduduki jabatan ketua umum Golkar. Selain tergolong lebih muda dibanding ketum Golkar terdahulu, Airlangga yang juga seorang menteri dinilai pantas memimpin Golkar sebagai partai pendukung pemerintah.
“Didasari itulah kami lihat siapa sosok yang mampu wujudkan keinginan dan cita-cita Prof Suhardiman. Ketika kami analisis, ya Pak Airlangga. Beliau kan pembantu presiden,” ucap Ichsan.
TAGS : setya novanto golkar
This article is automatically posted by WP-AutoPost Plugin
Source URL:http://www.jurnas.com/artikel/25684/Novanto-di-Ujung-Tanduk-Berikut-Kandidat-Nahkoda-Baru-Golkar/